"I thought you have work today?"
Tama yang sedang asik memasak mengalihkan pandangannya ke arahku seraya mengangkat sebelah alis. "Hmm?"
"Ini hari Senin, 'kan? Setelah kembali ke sini, bukannya kamu jadi makin sibuk? Tapi aku malah menemukanmu tidur dengan enaknya sampai hampir sore di rumah. Jangan-jangan kamu udah dipecat ya?" tanyaku sambil menyelipkan nada mengejek di dalamnya.
Bukannya tersinggung, Tama malah tertawa dan tetap berfokus pada pekerjaan di tangannya.
"Katakan saja aku sedang libur."
Sekarang giliran aku yang tidak mengerti.
"Tujuanku kembali ke Indonesia adalah untuk libur, Tavis. Aku menyerahkan segala pekerjaanku kepada bawahan-bawahanku, disini tugasku hanya mengawasi jalannya restoranku.""Kenapa libur? I mean, sekarang kamu pasti sedang dalam masa puncak kejayaanmu, dan kamu melepaskan semuanya hanya untuk berlibur dan bersantai di rumah?"
Tama menjelaskan dengan sangat sabar. "Bukan hanya bersantai di rumah, aku menyadari bahwa aku sudah semakin jarang menghabiskan waktu bersama dengan orang-orang yang berarti dalam hidupku. I just don't want to have any regret. Aku ingin lebih banyak bersama lagi dengan orang-orang yang berarti bagiku."
"So you quit being a Chef?"
Tama menggelengkan kepalanya pelan. "Once a Chef, will always be. Aku akan tetap memasak, tapi hanya untuk orang-orang yang aku inginkan untuk mencicipi masakanku. Let's say I want my cooking to be special."
Seperti biasa, Tama menyelesaikan masakannya dengan cepat dan menata piring di meja sementara aku hanya bertopang dagu dan memandangi wajahnya dengan alis berkerut.
Setelah pria itu duduklah, baru aku membuka mulut cerewetku dan mulai menyemburkan kecurigaanku. "Spill it."
Tama yang baru saja akan menyendok makanan ke dalam mulutnya kembali meletakkan sendoknya di atas piring dan menatapku dengan bingung.
Aku berdecak tak sabar. "This isn't like you. Aku tahu ada yang menyebabkanmu menjadi melankolis begini. Tama yang aku tahu tidak akan meributkan hal sepele seperti itu."
Selama beberapa detik, pria itu menatapku dengan tertegun, dan aku membalasnya dengan lurus menatap ke dalam matanya, berharap ia bisa melihat kesungguhan dan ketulusan di kedua bola mataku.
Tama menyisir helaian rambutnya kebelakang sambil tertawa kosong. "Aku tidak pernah bisa menyembunyikan apapun darimu, huh?"
Aku cengir lebar. "I've known you for too long."
Ia menggeser piringnya ke samping dan bertopang dagu, menatap kosong ke udara di sampingnya, sinar matanya terlihat menerawang, entah memikirkan apa.
"Aku punya seorang senior di hotel dimana aku bekerja terakhir kali. Ia sudah berumur hampir 50 tahun, dan sudah bekerja di hotel itu selama 8 tahun. Can you imagine it, 8 whole years?"
Kali ini matanya menangkap mataku, sebuah gurat kesedihan terlihat di matanya, dan seketika itu hatiku berdenyut sakit.
"What happened?" bisikku.
Aku tidak tahu kenapa aku berbisik, yang pasti aura yang menyelimuti Tama saat ini membuatku sangat ingin bangkit dan membawanya ke dalam pelukanku, membelai kepalanya, apapun, sehingga kesedihan itu dapat menghilang darinya.
"Dia terkenal di restoran itu. Semua penghuni hotel mencintai masakannya, kuakui aku masih jauh di bawahnya. Tapi dia sudah kehilangan apa yang membuatnya menjadi seorang Chef, dan itu membuatku sangat sedih."

KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me ✔
Teen Fiction[Completed] [16+] Lebih dari setengah eksistensi hidupnya dihabiskan seorang Tavisha Kaelyn untuk mencintai Adhitama Dirgantara, duda yang lebih tua tiga belas tahun darinya. Hingga akhirnya Tavisha merasa bahwa cintanya sudah berbalas, ternyata sos...