BAB 31

3.4K 171 9
                                    

Warning: Some content may be inappropriate for underage. You have been warned.

yey dobel apdet baca part sebelumnya dulu yaa Hiks :"(

Malam itu sepi, jalanan lengang, hanya sesekali terdengar suara panggilan gagak yang bersahut-sahutan, menambah kegelapan malam. Semilir angin bertiup menerbangkan dedaunan pohon, menimbulkan gemerisik yang membuat suasana menjadi menyeramkan.

Persis seperti film-film horror.

Mungkin saja di ujung belokan itu, sudah ada kuntilanak yang menungguku, siap untuk menarikku bersamanya sampai ke neraka terdalam, atau mungkin saja di dalam tong sampah besar itu, akan muncul seekor(?) pocong dengan gigi-gigi hitam dan wajah penuh darah, melompat-lompat girang mengejarku.

Sial, inilah akibat terlalu banyak menonton film horror.

Aku mengusap kedua lenganku, berusaha mengusir hawa dingin yang menggelantung, sebelah tanganku memegang plastik indomaret berisi tisu toilet--iya, barang yang kuperlukan itu tisu toilet, karena hell, aku tidak bisa pergi ke kamar mandi tanpa tisu toilet--sementara sebelah lagi membuka layar gadgetku.

Nampak wallpaper wajah tidur Tama yang barusan kuambil tempo hari sebelum ia berangkat, dan aku mendapati diriku tersenyum sendiri menatapnya, ditengah jalanan yang sepi.

Kalau tidak, mungkin saja aku sudah digosipi kurang waras oleh mamak-mamak kompleks ini.

Ah, mendadak aku jadi ingin mendengar suara Tama. Kalau aku meneleponnya sekarang, apakah akan mengganggu? Meskipun aku tahu bahwa dia pasti akan menjawab teleponku tidak peduli apapun yang sedang ia lakukan--kecuali kalau dia sedang tidur, karena membangunkan Tama yang sedang tidur itu sama saja dengan membangunkan kebo.

Aku terkikik, siap menekan tombol hijau ketika sebuah sms masuk. Dari Adipati.

Udah nyampe rumah?

Harus berapa kali kukatakan padanya untuk berhenti bersikap berlebihan? Well, aku tahu aku sudah mengizinkannya untuk tetap menyukaiku, tapi kalau dia berlaku seperti cowok yang takut ceweknya kenapa-napa begini, aku malah merasa tidak nyaman.

Jariku bergerak mengetik balasan untuknya. Tapi sebelum aku dapat menekan tombol kirim, mendadak ranselku ditarik dari belakang dengan keras, membuatku memekik kaget sebelum tubuhku menghantam dinding. Kepalaku berdenyut sakit akibat kerasnya benturan itu.

Aku tidak sempat mengkhawatirkan kepalaku karena perhatianku terpusat pada seorang cowok yang berdiri di hadapanku.

Jantungku mulai berdetak kencang dan nafasku memburu. "S-siapa lo?!" teriakku panik.

Cowok itu menyeringai, dan seketika itu aku tahu bahwa aku harus melarikan diri. "Halo, sayang." sapanya dengan ringan.

Mataku bergantian menatapnya tajam lalu berganti menatap gadgetku yang sekarang tergeletak di tengah jalan dengan mengenaskan. Aku mengambil nafas panjang dan melemparkan ranselku tepat di wajahnya, mengalihkan perhatiannya sejenak dan berlari secepat yang aku bisa--paling cepat dari semua lari yang pernah kulakukan seumur hidup--menuju kemana gadgetku berada.

Aku harus meminta pertolongan, siapapun!

Berhasil! Aku meraup gadgetku dengan sigap, menekan beberapa huruf acak di keyboard dan menekan tombol send. Adipati pasti akan menyadari ada yang salah. Semoga, semoga dia tidak terlambat.

Rambutku ditarik dari belakang. Aku memekik kaget dan terjungkang ke belakang, namun tidak sampai disana, cowok itu tetap berjalan sambil menarik rambutku. Peganganku pada gadget kembali terlepas lantaran kedua tanganku sibuk mencakar tangannya, meskipun dia tidak berkutik sama sekali.

Look At Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang