BAB 36

4.4K 191 6
                                        

Warning: Some content may be inappropriate for underage. You have been warned.

Yeah, saatnya momen romantis mereka berdua. Gue agak mumet bikin bab ini sumpah wkwkw

Happy reading :)))

***

"Tama?!"

Mataku membelalak kaget tatkala melihat penampilan Tama. Malam itu dingin seperti biasa, mungkin memang sudah waktunya memasuki musim hujan. Cuaca sedingin ini kerap membuatku mengantuk dan selalu ingin bergelung di bawah selimut.

Aku sedang menonton TV di kamar sambil memakan potato chip pembelian Mega yang tidak habis-habis sampai sekarang ketika tiba-tiba sesosok manusia menutupi pandanganku. Sebelum aku dapat memprotes, jantungku dibuat hampir berhenti ketika melihat penampilan sosok itu.

Tama tertawa keras melihat mulutku yang menganga dengan potato chip yang menggantung disana, mataku lekat memandangi penampilan barunya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Rambut gondrong panjangnya yang biasa diikat membentuk sebuah cepolan kini dipangkas pendek sepanjang leher, dan yang paling membuatku kaget adalah brewoknya yang dicukur habis.

Secara keseluruhan, Tama tampak sepuluh tahun lebih muda seperti itu.

Aku hampir tersedak ludah. "Kenapa kamu tiba-tiba potong rambut?! Dan brewokmu..."

Bukannya terlihat jelek, tapi aku sudah terbiasa melihat Tama dengan penampilannya yang acak-acakan, Tama yang seperti ini terlihat sangat muda dan fresh, seperti bukan Tama sama sekali.

Tama menyeringai lebar. "How do I look?"

Aku manggut-manggut dengan serius. "Yah, not bad." Lantas aku berseru tidak rela. "Tapi brewokmu! I like it! Sekarang 'kan aku nggak bisa memainkannya lagi!" protesku.

Bibirku mengerucut tak senang. Sekali lagi, bukannya Tama terlihat jelek seperti itu, tapi aku sangat, sangat suka mengusapkan telapakku pada brewoknya, memainkan bulu-bulunya dengan jemariku.

"Tapi kenapa kamu tiba-tiba motong rambut dan cukuran kayak gitu?" tanyaku penasaran.

Tama mengendikkan bahu. "Aku cuma merasa agak tua belakangan ini."

Alisku berkerut heran. Setahuku Tama bukan orang yang mementingkan penampilannya. Dia lebih memilih tampil berantakan cemong sana sini asalkan dapurnya bersih kinclong. Tapi...merasa agak tua katanya?

Aku memicingkan mata curiga. "Siapa yang membuatmu merasa tua?"

"Bukan siapa-siapa."

"...aku ya?" tanyaku takut-takut.

Well, kemungkinannya sangat besar. Mungkin Tama merasa dirinya sangat tua berdiri di sebelahku yang seperti anak kecil ini. Sampai dia merasa bahwa ia harus mengganti penampilannya untuk merasa lebih muda.

Tama tertawa pelan. "Bukan kamu."

"Kalau gitu siapa? Jangan bohong, pasti ada yang membuatmu tiba-tiba potong rambut. Kamu bukan orang yang mementingkan penampilan, Tama."

Tama beranjak duduk di lantai tepat di sampingku dan memainkan ujung rambutku. "Aku bilang bukan siapa-siapa. Ngomong-ngomong rambutmu...jadi pendek sekali."

Aku mendengus. Such a smooth way to change topic. Tapi aku tetap menyahut. "Jelek?"

Ia menggeleng. "Never."

Jemari Tama menyisir helaian rambutku dengan lembut. Membuat badanku merinding seketika, jari-jari Tama terasa geli di kepalaku, nyaman bercampur sebuah perasaan yang sulit kudefinisikan.

Look At Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang