BAB 4

5.4K 219 5
                                        

Aku melirik Tama yang sedang berjalan di sampingku dengan malu-malu.

Dia yang sedang diperhatikan malah tak menyadari, sibuk mengamati keadaan sekitar, menghirup udara pagi yang segar dan sesekali tersenyum kepadaku.

"Sudah lama sekali kita tidak berjalan bersisian seperti ini."

Aku hanya mengangguk, dalam hati mengiyakan perkataan Tama sepenuh hati. Sekali lagi aku melirik wajah Tama yang berada sangat jauh dari jarak pandangku.

Tinggiku yang hanya 158 cm sebenarnya menyulitkanku untuk memandang mata Tama dengan lama tanpa membuat leherku keram.

Pasalnya tinggi Tama yang mencapai 201 cm hanya membuatku mencapai sebatas ketiaknya saja.

Papa, Mama, kenapa aku nggak bisa setinggi model-model Victoria Secret?

Sekarang aku penasaran dengan pemikiran orang-orang di sekitar kami, bagaimana mereka memandang seorang pria tinggi dewasa sepertinya yang berjalan dengan cewek mungil sepertiku, apakah menurut mereka kami seperti pasangan kah? Atau seperti ayah dan anak yang sedang jalan pagi bersama?

Aku terus memperhatikan dua orang ibu-ibu di sebelah kanan kami yang terus berbisik-bisik sambil sesekali menatap ke arahku dan Tama.

Ingin sekali rasanya aku menerjang mereka dan bertanya, "Menurut Ibu, pria yang sedang bersama saya itu siapanya saya?"

Aku bukan menerjang mereka untuk marah-marah atau apapun kok, jangan suudzon gitu deh sama aku, nggak baik tahu, nanti pahala kalian berkurang.

Apa yang kurasakan ini murni rasa penasaran, setelah 2 tahun berlalu, aku ingin tahu apa pendapat orang-orang tentang aku dan Tama. Jika itu 2 tahun yang lalu, aku masih maklum jika orang-orang sering menganggap Tama sebagai figur paman untukku.

Akan tetapi, bagaimana dengan sekarang?

Aku tersentak dari lamunan ketika lengan Tama mendadak melingkari pundakku dan menarikku untuk lebih mendekat padanya.

"Ada apa, Tama?" tanyaku dengan kaget.

Tama menunduk untuk menatap lurus ke mataku, dapat kulihat sedikit kemarahan disana, namun senyumnya tetap tersungging di wajahnya, senyum yang menurutku nampak sedikit kaku.

"Nothing, hanya saja disini lebih ramai daripada yang kuduga. Lain kali kalau mau jogging, ambil jalur lain aja ya."

Aku memandang Tama dengan heran. "Kenapa? Ini jalur jogging-ku yang biasanya, lho. Biasanya juga seramai ini kok."

Mendengar kalimatku, tubuh Tama menjadi semakin tegang.

Kenapa? Apa aku mengatakan sesuatu yang salah?

Oh, apa jangan-jangan...

"Jangan khawatir, Tama." Ucapku sambil menepuk-nepuk bahunya. "Orang-orang disini baik. Selama jogging aku nggak pernah mengalami masalah apapun kok."

Tama masih memandangku dengan aneh. Ada apa sebenarnya? Apa aku mengatakan sesuatu yang salah lagi?

Aduh, aku benar-benar tidak mengerti apa yang ada di pikiran Tama saat ini.

Pria itu menghela nafas panjang dan mengacak rambutku pelan. "Dengarkan aja perkataan aku, oke? Lain kali pilih jalur yang lain aja."

"Tapi.." aku masih mencoba untuk berargumen, pasalnya aku sudah benar-benar merasa nyaman dengan suasana lari yang ramai akan orang seperti ini. "Tapi ini jalur terbaik yang aku temuin, jalur yang lain agak sepi kalau pagi-pagi begini."

"It's ok, untuk selanjutnya setiap kali kamu mau jogging, kamu cuma perlu mengajakku."

Aku membulatkan mataku dengan senang. "Really? Kamu akan mememaniku lagi?"

Look At Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang