BAB 9

3.6K 171 4
                                    

Aku menghapus air mataku sambil sesungukan. Tama yang sedang memelukku sekarang terlihat tegang dan kaku.

Aku tahu dia sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi, namun pria itu berusaha sabar, menunggu sampai air mataku berhenti dan terus menenangkanku dengan erat.

Tama tidak membutuhkan kata-kata.
Ia hanya perlu membawaku ke dalam pelukannya dan mengelus punggungku dengan lembut, sambil sesekali mencium puncak kepalaku.

Hanya itu, dan kurasakan tubuhku berangsur-angsur rileks.

Kuangkat kepalaku dan kulihat Tama yang sedang tersenyum lembut padaku, mengusap air mata di pipiku dengan pelan.

"Did someone hurt you?" bisiknya.

Aku menggeleng, tenggorokanku tercekat untuk mengatakan apapun.

"Lalu kenapa kamu menangis, hm?" Tama mengusap dahiku yang berkeringat dan menyisir anak-anak rambut yang menempel di wajahku ke belakang telinga.

"A-aku tidak tahu apa ini hanya perasaanku saja atau apa, tapi kurasa ada seseorang yang mengikutiku."

Tubuh Tama semakin menegang.

"Ceritakan padaku."

Aku memberitahu Tama dengan jujur apa yang barusan terjadi.

"Badanmu masih gemetar. Kenapa kamu terlihat begitu takut? Atau jangan-jangan...kamu sudah pernah mengalami ini sebelumnya?"

Mata Tama yang memicing tajam membuatku membungkam. Selalu, dia selalu saja dapat mengetahui apa saja yang kusembunyikan darinya.

Aku menundukkan kepalaku dan mengangguk dengan bibir bergetar, kepalaku menunduk, tak berani menatap wajah Tama. Batinku sangat tidak ingin memberitahunya apa yang sudah kulewati selama ini tanpanya.

Terlalu memalukan.

Akan tetapi rasa takut yang melingkupiku jauh melampaui rasa maluku, membuatku membuka mulut untuk berbicara yang sejujurnya.

"I have. It was a year ago. Mereka banyak, Tama. Mengerubungiku, mencolek-colekku, dan mengancamku untuk menuruti apa yang mereka katakan. "

Air mataku kembali jatuh, kali ini tepat di tangan Tama yang terkepal kuat.

"Aku memohon kepada mereka untuk melepaskanku, aku memohon kepada mereka untuk tidak menyakitiku, tapi mereka hanya tertawa. Menertawakan ketakutanku dan menikmati semua itu."

"Brengsek." Desis Tama. "Apa...apa mereka menyakitimu?"

Aku menggelengkan kepalaku. "Aku beruntung karena ada seseorang yang menelpon polisi untukku. Kalau tidak, mungkin saja waktu itu aku sudah.. "Aku menelan ludah dengan susah payah untuk mengeluarkan kata itu dari mulutku. "...diperkosa."

Seketika itu juga tubuh Tama melingkupi tubuhku, begitu kuat, begitu erat, begitu berbeda dengan pelukan-pelukan lembut pria itu sebelumnya. Kedua lengannya mendekap tubuhku hingga tak ada jarak yang memisahkan kami.

Pelukan Tama kali ini terasa meremukkan.
Dan aku menerima pelukan itu dengan melingkarkan kedua lenganku tak kalah erat di lehernya, air mataku yang sedari tadi kutahan akhirnya membendung keluar, mengaliri pipiku dengan deras. Aku terisak keras.

"I was so scared. "

"Ssh." Tama mengelus punggungku." I'm sorry." Katanya dengan suara gemetar. " I'm sorry I was'nt there for you."

Begitu terus, Tama terus mengulang-ulang permintaan maafnya sembari menenangkanku. Aku ingin menanggapinya, mengatakan kalau bukan salahnya semua peristiwa itu terjadi padaku, jadi dia tidak perlu meminta maaf seperti itu.

Look At Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang