BAB 23

3.5K 165 3
                                        

Dear, maaf aku jadi apdetnya lama. habisnya aku baru baca novel 'Pulang' dan 'Pergi' -nya Tere Liye. Gilss keren bet. Alhasil aku jadi kebablasan sampe nggak ngetik beberapa hari hehe

Selamat membaca!

***

Pagi-pagi sekali, Tama sudah meninggalkan rumah. Urusan pekerjaan. Sebenarnya dia tidak ingin meninggalkanku. Gara-gara karyawan tak becus, aku harus pergi dan mengurus beberapa hal sepele, aku akan kembali secepat mungkin, katanya sambil mengelus kepalaku.

Tama terlihat capek. Kantung matanya tebal dan hitam. Sepertinya dia tidak tidur semalaman karena menjagaku. Katanya demamku tinggi sekali malam harinya.

Aku sama sekali tidak sadar. Nampaknya memang betul, karena samar-samar aku melihat sosok Tama dan merasakan kehadirannya sepanjang malam.

Well, paginya aku sudah hampir sembuh. Demamku sudah hilang, hanya menyisakan batuk sedikit. Tapi Tama tetap saja tidak mengizinkanku sekolah. Padahal besok hari ujian Matematika, tapi dia tidak memperbolehkanku mendekati meja belajar.

Maka dari itu, sedetik setelah mobil Tama melaju pergi, aku langsung mengambil buku catatan dan mengerjakan soal-soal. Bodo amat soal sakit atau apapun, bagiku lulus ujian lebih penting, dengan begitu aku bisa meminta hadiah yang sudah dijanjikan Tama padaku.

Tidak sampai lima menit, bel berbunyi nyaring. Ah, itu pasti Mega! Aku melemparkan buku catatanku dan beranjak membuka pintu.

Memang betul, wajah Mega-lah yang nongol dari balik pintu, dia menyodorkan sekantong plastik berisi makanan ringan dan es krim favoritku. Sudah menjadi kebiasaan baginya untuk membawakanku makanan.

Namun yang membuatku kaget setengah mati adalah orang yang berdiri di belakang Mega.

"Lah, lo ngapain disini?" seruku kaget.

Adipati nyengir lebar. "Ya, buat jenguk lo lah." jawabnya enteng.

Aku mendelik pada Mega, namun cewek itu hanya mengangkat bahu tak peduli, melangkah masuk diikuti oleh Adipati di belakangnya.

Aku menutup pintu dengan cepat dan mengejar langkah kaki Mega. "Meg, lo ngapain bawa Adipati kesini?" bisikku sambil sesekali melirik kiri kanan.

Mega berdecak. "Dia yang maksa buat ikut. Lagipula lo kenapa sensi banget sih sama dia? 'Kan dia udah bantuin lo belajar setengah mampus, lo malah perlakuin dia lebih rendah daripada kuman."

Setelah Mega mengatakannya, tiba-tiba aku jadi merasa bersalah. "Yah." sahutku sambil menggaruk kepalaku. "Agak gimana aja gitu. Emang gue kelewatan ya?"

"Menurut lo?"

Hampir saja tanganku melayang dan menjitak kepala Mega, kalau saja dia bukan sedang menjengukku sambil membawakan makanan favoritku, kupastikan sekarang dia sudah dead.

Akhirnya aku menghela nafas. "Thanks buat makanannya."

Mega mengangguk sekilas.

Kami melangkah menuju ruang tamu tempat Adipati duduk. Cowok itu menyambut kami dengan senyum cemerlangnya yang lebar. "Tavisha, gimana, lo udah baikan?"

Aduh, mataku silau melihat senyum setulus itu. Ditambah perasaan bersalahku menjadi berkali-kali lipat banyaknya. Kurasa memang selama ini aku sudah kelewatan bertindak kasar padanya, sementara dia sudah berbaik hati mengajarku dan menjengukku hari ini.

Maafin gue, Adipati.

Aku tersenyum tipis. "Gue udah sembuh 'kok. Sori ya ngerepotin lo sampe datang ke rumah gue segala."

Look At Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang