Warning: Some content may be inappropriate for underage. You have been warned.
Buat dedek-dedek di bawah umur, bacanya sambil merem ya.Aku mengusap perut dan mendesah dengan puas.
Tama sedang mencuci piring kotor di wastafel. Rasanya aku benar-benar dimanjakan, dia yang memasak, dia juga yang mencuci piring, sementara aku hanya duduk dan menikmati.
"Kenyang?" tanya Tama tanpa menoleh.
Aku berseru mengiyakan. Meskipun masakan italia yang tadi kami makan sangat amat lezat, tapi entah kenapa masakan Tama selalu lebih enak, melebihi masakan Chef terkenal manapun.
Aku benar-benar gadis paling beruntung di muka bumi ini.
Mataku tak lepas dari punggung lebar Tama yang bergerak kesana kemari. Aku tersenyum licik, oke, inilah saatnya.
Ketika Tama kembali, aku berjingkat menuju ke lemari pendingin dan mengeluarkan sesuatu yang sudah kupersiapkan.
"Tadaa!" seruku, meletakkan benda tersebut di meja dengan penuh gaya.
Sesuai dugaanku, Tama terperangah kaget. "What? How can--"
Aku mendengus bangga menyaksikan selusin kaleng bir yang berjajar rapi di meja ruang tamu. Betul, nama rencana ini adalah rencana-memabukkan-Tama-demi-ciuman-romantis.
"Darimana kamu mendapatkan semua ini?!" seru Tama setengah tak percaya.
Aku tertawa lebar. Oke, daripada licik, aku lebih suka banyak akal. Untuk bisa mendapatkan apa yang kita inginkan, tentu kita harus banyak akal, bukan?
"Aku beli barusan." Aku berbohong, padahal aku sudah menyiapkannya dan memikirkannya dari jauh-jauh hari. Jangan tanya bagaimana cara aku mendapatkan semua ini.
"K--"
"Nah, Tama." potongku sebelum Tama mulai protes dan menggagalkan seluruh rencanaku. "Kamu tahu 'kan beberapa bulan lagi aku sudah 18 tahun, sudah dewasa, sekarang aja aku udah 17 tahun ke atas, dan aku belum pernah minum bir sama sekali."
Tama terdiam lama, bingung kemana arah pembicaraan ini.
Aku kembali melanjutkan. "Apa kamu nggak kasihan sama aku?"
Tama mendengus. "Kamu bisa hidup tanpa minum bir sama sekali."
"Nggak mau!" balasku nyolot. Kemudian tersenyum manis. "Jadi, Tama, pas banget, hari ini ada kamu yang bisa ngajarin aku minum bir."
Pria itu terlihat kesal. "Dan kalau aku nggak mau?"
Aku tersenyum dalam hati. Kamu tidak akan bisa menolakku, Tama, karena aku sengaja membeli bir favoritmu. "Kalau kamu nggak mau, aku bisa habisin semua ini sendiri, dan kamu bisa pulang sekarang."
"Nanti kamu mabuk, Tavisha." ancamnya.
Justru itu tujuanku. "'Kan ada kamu disini."
"Karena ada aku, makanya kamu nggak boleh--" Ucapannya terpotong sampai sana. Aku menatap Tama dengan bingung.
"Nggak boleh apa?"
Tama menggeleng, mengusap rambutnya frustrasi. "Do whatever you want."
Ia membuka sekaleng bir dan meneguknya dengan cepat. Aku bersorak girang, ikut mengambil sekaleng bir terdekat dan membukanya.
Tatapan Tama tidak lepas dariku. Aku tersenyum lebar dan menyesap cairan asing itu dengan pelan. Mengerang keras ketika cairan itu membakar tenggorokanku, membuat lidahku mati rasa. Pahit sekali.
Aku terbatuk-batuk, apa yang enak dari minuman ini?!
Tama meringsut mendekat dan menepuk-nepuk punggungku. "Jangan terburu-buru. Pertama kali memang rasanya tidak akan enak, tapi lama kelamaan akan terasa manisnya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me ✔
Teen Fiction[Completed] [16+] Lebih dari setengah eksistensi hidupnya dihabiskan seorang Tavisha Kaelyn untuk mencintai Adhitama Dirgantara, duda yang lebih tua tiga belas tahun darinya. Hingga akhirnya Tavisha merasa bahwa cintanya sudah berbalas, ternyata sos...