BAB 48

5.2K 168 12
                                        

Hari ini aku kembali berkunjung ke panti asuhan. Bukan hanya karena waktu liburku sudah datang, atau karena Tama sedang nggak ada kerjaan, tapi lebih karena aku sudah merindukan anak-anak.

Lagian anak-anak di panti juga pasti sangat merindukan Tama.

Sekalian aku juga ingin membagikan undangan acara pertunanganku dengan Tama kepada Ibu Sari, ibu pengurus panti asuhan tersebut.

Tuh 'kan, anak-anak begitu antusias ketika melihat kami turun dari mobil, apalagi ketika mendapati Adhitama yang sedang membawa begitu banyak mainan. Berlarian, mereka memeluk lututku dan mengerubungi Tama.

Aku menggendong Winnie--anak kesayanganku dengan cacat sebelah kaki--memberikannya boneka pemberianku dan berjalan masuk ke rumah, meninggalkan Tama yang masih membagi hadiahnya kepada setiap anak.

Ibu Sari menyambutku tepat di depan pintu. Bahagia bukan main. "Nak Avi! Ya ampun, udah lama banget nggak jenguk anak-anak. Mereka nanya-nanya terus, Kak Avi kapan datengnya."

Aku terkekeh, mencium tangan Ibu Sari sekilas. "Maaf ya, Ibu. Soalnya Avi akhir-akhir ini sibuk persiapan ujian sekolah dan universitas, jadinya baru bisa kesini sekarang." jelasku.

"Oalah, Nak, gimana sekolahnya? Lancar?"

"Lancar, Bu." Aku mengelus rambut Winnie dengan lembut. "Avi juga udah keterima universitas bagus. Ibu dan anak-anak apa kabar?"

"Syukurlah, kami baik." senyum Bu Sari. "Nak Avi kesini sendirian?"

"Oh, nggak." Kepalaku melongok ke belakang, melihat Tama yang sedang berjalan ke arahku, lantas menunjuk ke arahnya. "Itu Avi sama Adhitama, Bu. Ingat nggak, yang dulu pernah kesini sekali sama Avi?"

Kening beliau berkerut pelan sebelum berseru hingga mulutnya membentuk huruf O sempurna. "Nak Tama yang waktu itu ya? Yang artis itu 'kan?"

Aku tergelak, bersamaan dengan Tama yang sudah berdiri di sampingku. "Iya, Bu, artis ini!" ledekku.

Tama mendengus, mengacak rambutku dan menjabat tangan Ibu Sari dengan mantap. "Saya cuma Chef, Ibu, jangan denger bohongnya Avi. Ibu apa kabar?" senyum Tama dengan ramah dan sopan.

Ibu Sari cekikikan geli ditanyain kabarnya oleh makhluk ganteng di hadapannya. "Ibu baik banget! Nak Tama makin ganteng aja, Ibu hampir nggak kenal."

Tama menggaruk pelipisnya dan terkekeh pelan, bingung harus bereaksi seperti apa.

Olfi yang sekarang sudah bertambah tinggi berlari kencang, memeluk kaki Tama dari belakang. Olfi ini memang sejak pertama suka sekali dengan Tama. Dan lagi prianya itu sepertinya juga memiliki soft spot tersendiri untuk Olfi.

Tama tertawa geli dan mengelus kepala Olfi.

"Tama...gendong." pinta anak itu dengan raut memelas.

"Hush." Ibu Sari menegur lembut. "Kasihan Kak Avi sama Kak Tama jauh-jauh kesini malah dimintai gendong mulu."

Tama terkekeh, meraih tubuh kecil Olfi dengan gampang. "Nggak apa-apa, Ibu, saya suka kok gendong anak-anak."

Ibu Sari mengajak kami masuk ke dalam rumah panti yang minimalis. Ruang tamunya bersih dan nyaman, dengan dua buah sofa, meja panjang dan televisi jadul untuk menemani tamu.

Beliau memberikan dua gelas air mineral dan meletakkannya di hadapan kami. Aku dan Tama mengucapkan terima kasih. Winnie yang masih berada di gendonganku merengek pelan, memeluk leherku dengan manja.

"Kenapa, sayang?" tanyaku sembari mengelus punggungnya.

Ibu Sari tertawa pelan. "Pasti ngantuk. Biasa, udah jam tidur siang."

Look At Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang