"Too cute, it makes me mad."
"Too cute, it makes me mad."
"Too cute."
"Too cute."
Hehehe.
Aku menopang daguku dengan kedua tangan, menerawang kosong ke depan sambal tersenyum dan sesekali mencubit-cubit pipiku.
Wajar nggak sih kalau kalimat Tama kemarin terngiang-ngiang di benakku sampai sekarang?
Wajar banget pun Vi.
So pasti dong.
Lagi-lagi aku menangkup kedua pipiku dan menggigit bibirku, berusaha untuk tidak berdiri di depan kelas dan menari hula-hula disana.
Memberitahu semua orang yang kutemui kalau Tama menganggapku cute.
Sekali lagi kutekankan,
TAMA BILANG AKU CUTE!Ya ampun, demi apa kawan-kawan, apa jangan-jangan usahaku mengajak Tama ke panti asuhan sudah membuahkan hasil?
Sekuat itukah pesonaku hingga Tama mulai melihatku dalam cara yang lain?
Iya deh iya aku ngaku, sebenarnya aku punya motif lain dalam mengajak Tama ke panti asuhan selain untuk mengenalkannya kepada anak-anak yang lucu dan membuatnya nyaman dengan mereka.
Aku ingin Tama menganggapku sebagai wanita yang dewasa, yang feminim dan lemah lembut, yang lihai mengurusi anak-anak. Aku ingin menunjukkan kepadanya sisi dewasa seorang Tavisha.
Mana tahu dia tergerak untuk menjadikanku ibu dari anak-anaknya.
Jiaah! Asikkk!
Sok banget lo, Vi. Cuma karena satu pujian dari Tama bukan berarti dia udah mulai suka sama lo.
Tapi...tapi, kata-kata Tama kemarin itu entah kenapa terasa berbeda, tidak seperti pujian mulus dia sebelumnya.
Oh iya?
Iyaa!
Mungkin itu hanya perasaan lo saja?
Nggak 'kok!
Jangan terlalu gampang baper deh, Vi. Ntar lo yang terluka.
...iya, gue tahu.
Lo kira segampang itu bikin seseorang yang dari dulu udah bareng sama lo--sampe udah pernah gantiin popok lo--untuk melihat lo sebagai wanita?
AARGGHH! GUE NGGAK TAHU JANGAN BIKIN GUE PUSING!
Plak!
"Wadidaw!" aku mengelus kepalaku, meringis dan memelototi oknum yang sudah seenaknya menggeplak kepalaku dengan tidak berbelas kasih.
"Apaan sih lo, Meg?"
Mega meletakkan tasnya di sebelah mejaku, menatapku dengan jengah. "Lo yang apaan. Pagi-pagi udah bikin gue udah mau muntah aja. Sebentar-sebentar ketawa sendiri, terus cemberut, terus ketawa lagi, trus jambak rambut sendiri. Akhirnya lo udah gila juga ya?"
Aku mencebikkan bibir.
"Kadang gue aneh kenapa manusia bisa ketawa sendiri kayak lo."
"Itu karna lo yang nggak normal!"
Sekali lagi aku digeplak dengan buku catatan. Dasar Mega penyuka kekerasan, untung sohib, kalo nggak kurasa dia udah kubuang ke Laut Mati.
"Ngaca dulu, mbak siapa yang nggak normal disini."
Tetap aja aku nggak mau kalah. "Itu mah elo yang sama sekali nggak berekspresi! Boro-boro ketawa, senyum aja nggak pernah!"
Iya, Mega memang gitu, sejak awal aku mengenalnya, aku nggak pernah sekalipun melihat Mega tersenyum apalagi tertawa. Mukanya kayak jalan tol, lurus terus sampe nabrak penghalang jalan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me ✔
Roman pour Adolescents[Completed] [16+] Lebih dari setengah eksistensi hidupnya dihabiskan seorang Tavisha Kaelyn untuk mencintai Adhitama Dirgantara, duda yang lebih tua tiga belas tahun darinya. Hingga akhirnya Tavisha merasa bahwa cintanya sudah berbalas, ternyata sos...