"Jadi, lo ngerti sekarang?"
Aku mencebik dan memainkan pensilku di bibir, mencoba untuk tidak menyadari betapa dekat dirinya denganku sekarang. Kalau aku menolehkan kepalaku, bisa dipastikan bibir seksiku ini akan singgah di lehernya.
Cewek yang kuakui sahabat kini sudah menyerah menghadapi kelemotanku dan angkat kaki dari perjanjian ini, dan melemparkanku ke kandang buaya, hingga sekarang aku terjebak dengan si buaya darat satu ini sampai ujian Matematika selesai.
Oke, aku tahu tidak seharusnya aku kesal kepada Adipati. Maksudku, dia sudah bersedia untuk mengajarkanku Matematika dengan sangat sabar, plus jaminan kalau aku akan mengerti pada akhirnya. Oh ya, dan juga gratis.
Demi apa aku harus menolak tawarannya yang menggiurkan ini?
Meskipun terkadang ia sering mencuri-curi kesempatan untuk tidak sengaja menyentuh tanganku, ataupun mengacak rambutku pelan, ingin rasanya aku berteriak 'Awas! Cuma Tama yang boleh pegang!' tapi selama semua itu masih bisa kutolerir, ya sudahlah.
Untuk masa depan yang lebih baik.
Lagipula aku merasa sudah cukup jelas kukatakan kepada cowok ini, kalau seberapa kerasnya pun usaha dia untuk mendapatkan hatiku, tetap saja aku tidak akan berpaling kepadanya. Tapi memang dasar kecoak, makin diinjak malah makin petakilan.
Keras kepala. Baru kali ini kutemui cowok yang tidak menyerah meski sudah kutolak sampai mulutku berbusa.
"Avi? Kok bengong, nggak ngerti ya?"
Aku mengerjap dan buru-buru menjawab, "Eh, hmm, ngerti kok."
"Ya, udah kalo gitu coba lo ngerjain soal yang ini."
Lagi-lagi dia mengulurkan tangannya untuk membalikkan halaman buku di hadapanku yang sebenarnya bisa kubalikkan sendiri kalau dia menyuruhku, dan akibatnya lengannya hampir menyentuh wajahku, membuatku bisa menghirup aroma parfumnya yang terasa segar dan manly.
Refleks, aku menahan nafas.
Kampret!
Bahaya, Avi, buruan menjauh sebelum jantungmu mulai berdetak tak karuan dan si buaya darat ini dapat melihat wajahmu yang memerah.
Oke, oke jangan men-judge aku seperti ini dulu. Biar kujelaskan, aku tidak pernah sedekat ini dengan pria lain selain Papa dan Tama. Harus kuakui Adipati adalah satu-satunya cowok yang masih memperlakukanku seperti biasa setelah kutolak mentah-mentah.
Dengan kata lain, dia cowok asing pertama yang dapat berada sedekat itu denganku.
Wajar saja jika aku deg-degan kalau dia berada sedekat itu denganku 'kan? Tenang, aku hanya tidak terbiasa, apalagi sekarang aku sangat sadar kalau dia memiliki perasaan padaku. Kalau aku sudah terbiasa melihat wajah cengengesannya itu, lama-lama juga aku akan enek.
Aku berdeham dan pura-pura memperbaiki posisi dudukku menjauh darinya.
"Nggak usah kelihatan nggak nyaman banget gitu dong, hati gue terluka nih." ujarnya dengan mimik sedih yang dibuat-buat.
Dasar buaya sialan. Apa dia nggak malu berkata seperti itu secara terang-terangan?
Aku memelototinya tapi tidak berkomentar dan focus kepada soal integral yang hanya sebaris akan tetapi memakan satu lembar kertas bolak balik untuk jawabannya.
Mati, gue nggak ngerti.
Aku merasakan mata Adipati padaku, mengamati pergerakan jariku yang berhenti. Kampret, kalau diperhatikan seperti itu, siapapun tidak akan bisa fokus mengerjakan soal keleus! Aku berusaha berpura-pura memutar otakku, mencoret-coret nggak jelas asalkan bisa terlihat seperti aku sedang serius mengerjakan soal, akan tetapi tetap saja aku tidak bisa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me ✔
Teen Fiction[Completed] [16+] Lebih dari setengah eksistensi hidupnya dihabiskan seorang Tavisha Kaelyn untuk mencintai Adhitama Dirgantara, duda yang lebih tua tiga belas tahun darinya. Hingga akhirnya Tavisha merasa bahwa cintanya sudah berbalas, ternyata sos...