Aku mau ngebacot dikit nih tentang hal yang selama ini semakin marak di masyarakat. Pemerkosaan. Ya, pemerkosaan. Kasus ini udah basi, udah terlalu sering kita denger di koran-koran dan berita, tapi tetap aja masih ada yang mau ngelakuin hal bejat kayak gitu.
Orang yang ngelakuin hal itu udah nggak bisa lagi disebut sebagai manusia. Jangan bilang aku kasar, tapi emang kenyataannya gitu. Manusia mana yang hati nuraninya sanggup melukai wanita hanya demi kepuasan semata?
Mereka bukannya nggak sadar dengan ngelakuin hal itu, bukan hanya mereka melukai, tapi mereka sudah menghancurkan hidup dan masa depan si korban, tapi tetap saja mereka melakukan hal tersebut.
UU Pidana menyatakan hukuman penjara paling lama 12 tahun, menurut aku itu lucu, 12 tahun sebagai ganti hidup seseorang, apakah itu setimpal? Tidak. Apalagi kalau korbannya itu masih anak-anak, penjara 12 tahun itu terlalu ringan. Setelah keluar, mereka akan mengulangi kesalahan yang sama lagi. Seharusnya pelaku dihukum mati aja.
Aku nggak bakal segan-segan buat nge-cap mereka sebagai sampah masyarakat, sampah yang harus disingkirkan.
Sori kalau aku terlalu kasar menurut kalian, tapi menurut aku kasus pemerkosaan adalah salah satu kasus yang harus dipertegas lagi hukumannya. Dunia lama kelamaan nggak bakal aman lagi kalau orang-orang kayak gitu terus berkeliaran.
Any thoughts? Share with me here.
Sekian bacotan nggak berfaedah saya. Selamat menikmati cerita sebenarnya hehe, jangan lupa teken bintangnya.
***
Keesokan harinya, aku sakit demam.
Hal yang wajar kurasa, mengingat semua stress yang selama ini kurasakan terkait ujian yang tersisa 2 hari lagi ditambah dengan kejadian kemarin, aku basah kedinginan dan tidak beranjak dari pelukan Tama sampai entah berapa lama.
Tersedu-sedu aku menceritakan semuanya pada Tama. Dia marah tentu saja, apalagi melihat pergelangan tanganku yang membiru. Tapi tidak ada lagi yang bisa ia lakukan. Aku hanya menggelung disana, memeluk Tama erat-erat, tak peduli dengan segala bujuk dan protesnya yang menyuruhku untuk segera mengganti bajuku yang basah.
Alhasil sekarang aku terbaring lemah di atas ranjang dengan plester demam yang menempel di jidatku. Aku terbatuk pelan, tenggorokanku sakit, kering kerontang. Ah, sakit itu benar-benar nggak enak.
Sebuah ketukan terdengar sebelum pintu kamarku terbuka menampilkan Tama yang masuk sambil membawa semangkuk sup ayam sesuai dengan yang kuminta.
Sakit memang nggak enak, tapi sakit memberikanku satu keuntungan besar.
Tama menghampiriku, menempelkan tangannya di dahi dan leherku dan berdecak cemas. "Suhumu panas sekali. Apa kamu bisa bangun sebentar buat minum sup ayam ini?" tanyanya.
Sakit seperti ini membuatku bisa bermanja-manja sepuasnya dengan Tama dan dia tidak akan bisa menolakku.
Aku menggeleng lemah. Ini bukan pura-pura, tubuhku memang rasanya lemas sekali, tidak bertenaga sama sekali. Ini sangat bukan rencanaku untuk membuatnya memanjakanku. Jadi jangan suudzon, teman-teman.
Tama menumpukan sebelah tangannya di belakang leherku, membantuku bangkit. Kemudian ia menempatkan dirinya di belakangku, menjadikan tubuhnya tempat sandaran bagiku. Refleks kepalaku bergerak menuju ceruk lehernya, bersandar disana.
Aku memejamkan mataku sejenak dan menahan nyeri di kepalaku yang berdenyut-denyut tak karuan. Bahkan nafasku terasa sangat panas. Tama menggeser posisiku sedikit supaya lebih nyaman, membuatku leluasa menghirup harum lehernya. Keringat, harum makanan, dan parfum yang lembut, sangat khas Tama.

KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me ✔
Roman pour Adolescents[Completed] [16+] Lebih dari setengah eksistensi hidupnya dihabiskan seorang Tavisha Kaelyn untuk mencintai Adhitama Dirgantara, duda yang lebih tua tiga belas tahun darinya. Hingga akhirnya Tavisha merasa bahwa cintanya sudah berbalas, ternyata sos...