Hari ini genap hari ketiga sejak Tama pergi. Namun tak ada seharipun dimana dia lupa mengabariku, entah itu hanya sekedar bertukar pesan ataupun menelepon pada malam hari disaat semua orang sudah beristirahat.
Seperti saat ini. Sekolah baru saja selesai, aku sedang menunggu abang Go-jek karena Mega punya urusan pribadi--halah, palingan cuma ngebet nonton drama korea terbaru. Aku sedang celingukan karena location di GPS mengatakan bahwa driver-ku sudah sampai tapi moncong mobilnya tidak kelihatan dimanapun, ketika gadgetku berbunyi.
Aku mengangkat tanpa melihat nama si penelepon. "Halo, abang Go-jek? Abang dimana sih, ini saya udah berdiri manis di gerbang depan. Katanya udah arrived tapi 'kok nggak nyampe-nyampe!" cerocosku tanpa memberikan kesempatan kepada lawan bicaraku untuk ngomong duluan.
Terdengar suara kasak kusuk tidak jelas dari seberang.
Aku berdecak. "Abang jangan bikin saya marah ya. Nanti saya cancel baru tahu rasa!"
Si penelepon tertawa pelan. "Haduh, neng jangan galak-galak dong sama saya." Aku membeku ketika mengenali suara itu. Menjauhkan telepon dari telingaku, aku meringis ketika melihat nama yang tertera disana.
"Tama!" seruku dengan pipi merona. "Kok nggak ngomong sih, 'kan aku jadi malu!"
Tama tertawa lebih keras. "Kamu yang langsung ngomong panjang lebar begitu nerima telepon. How can I say anything then?" tukasnya.
Aku meringis, benar juga katanya. Berdeham, aku mengalihkan pembicaraan. "Apa kabar, Tama? Bagaimana keadaan mama kamu?"
Tama mendesah. "Better than before. Ibu sudah merengek ingin keluar dari rumah sakit, sampai membuatku kerepotan setengah mati." tawanya.
Aku tersenyum senang mendengar nadanya yang ringan. Setelah beberapa hari ini Tama terdengar sangat lelah, barulah hari ini akhirnya aku bisa mendengar tawanya yang lepas.
"Aku ikut senang." sahutku sepenuh hati.
Tama menggumam mengiyakan. Aku bisa membayangkan wajahnya seperti apa pada saat ini. Memikirkannya saja sudah membuat hatiku dipenuhi rasa hangat yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Sebuah mobil avanza silver berhenti di depanku. Kaca pengemudi menurun, menampakkan wajah seorang pria paruh baya yang tersenyum ramah. "Neng Tavisha, bukan? Yang pesen Go-Car?"
"Oh, iya, Bang."
Aku membuka pintu penumpang dan menghempaskan bokongku di dalam. Deru dingin AC menerpa wajahku yang berkeringat, membuatku mendesah puas. Abang Go-Car melirikku dari kaca spion tengah. "Maaf ya neng, tadi kelewatan jadinya saya harus muter dulu." ringisnya dengan wajah bersalah.
Aku mengibaskan tangan. "Nggak apa-apa, Bang."
"Oke, neng. Sudah tidak ada yang ketinggalan lagi?"
Aku mengangguk.
Si Abang memberiku salut yang terlihat lebay. "Siap meluncur, neng!"
Aku mengurut pelipisku, mendadak sakit kepala. Kemudian baru kusadari panggilanku masih terhubung dengan Tama. Aku kembali menempelkan gadget ke telinga. "Tama?" panggilku.
Tama menjawab langsung. "Udah naik ke mobil? Mau kemana? Sendiri atau sama Mega?"
Entah kenapa tawaku menyembur. "Satu-satu please. Iya aku baru naik Go-Car, mau pulang ke rumah, Mega lagi ada urusan jadinya aku cuma sendiri."
Tama terdiam, membuatku menerka apakah sambungannya tiba-tiba terputus atau apa, tapi ternyata detik hitung masih berjalan. "Tama?"
Terdengar helaan nafas dari seberang. "Hati-hati, Tavis. Kamu perempuan, sendiri pula."
![](https://img.wattpad.com/cover/137394783-288-k320535.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me ✔
Jugendliteratur[Completed] [16+] Lebih dari setengah eksistensi hidupnya dihabiskan seorang Tavisha Kaelyn untuk mencintai Adhitama Dirgantara, duda yang lebih tua tiga belas tahun darinya. Hingga akhirnya Tavisha merasa bahwa cintanya sudah berbalas, ternyata sos...