Saat aku keluar gerbang, sudah ada Adipati yang menungguku disana.
Wajahku tertekuk, menghampirinya dengan langkah lebar. "Gimana? Gimana?" Raut wajahnya terlihat antara campuran panik, takut, dan kebelet boker.
Aku tidak bisa menahannya lagi. Air mataku berderai, bercucuran mengaliri pipi. Wajah Adipati memucat seketika.
"Adipati!" Tubuhku maju, memeluknya dengan erat. Dadaku penuh akan rasa terharu dan terimakasih padanya. "Makasih, Adipati, gue dapet nilai 86!"
"Apa?!" Adipati terperangah kaget. Pasalnya dia sudah membayangkan kemungkinan buruk melihat air mataku.
Aku melepaskan pelukanku, mengusap air mataku sambil tertawa. "Lo kaget 'kan? Gue juga kaget pas dapet kertasnya! Terus lo tahu, Mega dapet 85! Delapan-puluh-lima!"
Mega menggeplak kepalaku. "Nggak usah bangga." ketusnya.
Aku nyengir lebar. Mega menggerutu sepanjang hari lantaran nilainya lebih rendah satu daripadaku. Bahkan guru yang mengembalikan kertas ujianku juga memicingkan matanya curiga, bertanya padaku ribuan kali apakah aku jujur mengerjakan ujian.
Gila, benar-benar penghinaan besar-besaran! Emang aneh ya kalau seorang Tavisha dapet nilai bagus?!
Yah, bodo amat. Yang penting aku terbebas dari ujian Matematika, ditambah lagi aku bisa meminta satu permintaan kepada Tama.
Membayangkannya saja sudah membuat mulutku tidak bisa berhenti tersenyum.
Adipati mengerjap, perlahan pulih dari kekagetannya. "Benarkah? Wow, congrats, Vi! Gue tahu lo pasti bisa!"
Aku terkekeh bagai nenek sihir yang barusan berhasil mengutuk seseorang. "Ya, namanya juga Tavisha! Tapi gue bener-bener berhutang sama kalian, kalau kalian nggak ada, kayaknya gue bakalan melunta-lunta di jalanan!"
"Nggak usah lebay!" ketus Mega.
Aku menggamit pundaknya dengan bahagia. "Udah, Meg, nggak usah sensi 'kok, cuma gara-gara nilai gue lebih tinggi satu." Mega mendelik padaku. Aku pura-pura tidak melihatnya. "Nah, mumpung gue lagi bahagia, gue traktir makan siang nih! Silakan bilang kalian mau apa!"
Adipati tertawa. "Nggak usah, Vi, satu ciuman aja udah cukup 'kok buat gue."
Aku pura-pura tidak mendengarkannya. "Ayo bilang kalian mau makan dimana."
"Ouch, gue dikacangin." sahutnya sambil memegangi dada, pura-pura terluka.
Aku menjulurkan lidah padanya. "Lagian lo kurang kerjaan deh, sampe nyamperin gue segala ke sekolah!"
"Kan gue penasaran sama nilai murid gue. Daripada gue mikirin lo terus, mending gue samperin."
Aku memegangi dadaku dengan dramatis. "Duh, guru gue baik banget! Terharu gue! Nah, sekalian aja gue nraktir kalian berdua, ayo!"
"Gue..." Mega menyeletuk. "Gue mau all you can eat."
Hampir saja aku tersedak ludah sendiri. "Heh, jangan ngelunjak lo!"
Kali ini giliran Mega yang tertawa. "Tapi lo bilang terserah kami, gimana sih, masa nraktirnya nggak ikhlas? Gue udah laper banget nih, rasanya bisa makan dinosaurus. Gue mau makan BBQ all you can eat, Vi. Lo juga mau 'kan, Adipati?"
"Eh, gue terserah aja sih, tapi kalau emang kemahalan ya nggak--"
"Nah, tuh, Adipati juga udah setuju."
Aku mendumel dalam hati. Sialan, dikasih hati minta seluruh bodi. Untung hari ini aku punya firasat bakalan ngeluarin duit banyak. Kalau tidak, pasti aku udah tinggal buat nyuci piring buat bayar hutang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me ✔
Teen Fiction[Completed] [16+] Lebih dari setengah eksistensi hidupnya dihabiskan seorang Tavisha Kaelyn untuk mencintai Adhitama Dirgantara, duda yang lebih tua tiga belas tahun darinya. Hingga akhirnya Tavisha merasa bahwa cintanya sudah berbalas, ternyata sos...