#1 Islam dari 14,5 k cerita (12 September 2023)
#1 pusaka dari 442 cerita (15 September 2023)
#39 kenangan dari 11,3 K cerita (24 Oktober 2023)
#2 agama dari 5,35 k cerita (18 Januari 2024)
#9 Islam dari 14,7 k cerita (20 Januari 2024)
Najmi's Story...
"Jadi main nggak??" Tanyaku pada dua orang yang tengah bertatap tatapan ini. Aku takut mereka jatuh cinta.
"Jadi dong." Adrian menjatuhkan bola lalu menginjakkan kakinya diatas bola.
"Main bola berdua doang??" Aku menatap Munib dan Adrian secara bergantian.
"Namanya laki laki,, sendirian pun gak takut." Ucapan Adrian dibalas cebikan oleh Munib.
"Niminyi jigi liki liki,, sindiriin pin gik tikit." Munib memulai aksinya, menye menye diatas pernyataan orang.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Apa sih bang."
"Nggak,, nggak ada kok." Jawaban Munib membuatku bertanya-tanya, apa hubungan keduanya.
"Kalian temen apa musuh sih??"
"Temen."
"Musuh."
Munib dan Adrian memberikan jawaban berbeda. Aku jadi makin pusing.
"Kok gitu bang ngomongnya?? Kita kan temen, aku kan sering kasih...." Munib membekap mulut Adrian menggunakan tangannya.
"Diem kalau gak mau aib lu keumbar." Ancaman Munib terdengar menyeramkan, ternyata ini sisi lain Munib.
"Ampun bang, ampun."
"Jangan berantem dong. Jadi gak ini main bolanya?? Kalau gak jadi aku mau pulang." Aku kesal sendiri melihat mereka terus terusan adu mulut.
"Jadi kok jadi. Kamu jaga gawang ya Na, biar aku yang main sama Adrian." Munib mengambil alih bola dibawah kaki Adrian, Adrian langsung mengejar bola yang digiring Munib.
Aku berjalan cepat menuju gawang, menjaganya sepenuh hati. Aku memperhatikan kedua manusia yang tengah menggiring bola kesana kemari.
Munib terlihat lebih dominan. Dia membawa bola kesana kemari tanpa berniat membuat gol, seperti tengah mempermainkan Adrian. Adrian pun berusaha merebut bola walau nyatanya banyak diancam oleh Munib. Benar benar tidak seimbang.
Setengah jam berlalu, semburat senja mulai terlihat. Perpaduan merah dan jingga membuatku terlena, sampai lupa bahwa ada yang tengah kujaga.
Aku kembali memperhatikan keduanya, seperti tak ada niatan untuk membuat gol.
"Harusnya aku gak ikut. Sia sia saja kehadiranku disini." Mataku menatap seberang jalan, pedagang mulai memenuhi pinggir trotoar, menawarkan menu yang berbeda-beda di tiap gerobaknya.
"Jajan dulu gak sih??" Aku berjalan cepat menuju salah satu pedagang, memesan segelas es lalu kembali menjaga gawang.
Aku terduduk sambil mencabut rumput disekitaran. Sesekali mataku menatap sekitar, sampai salah satu subjek mencuri perhatianku.