AAD #18 ✅

3.5K 129 2
                                    

╭──────────╮

𝑵𝒂𝒋𝒎𝒊'𝒔 𝑷𝑶𝑽
╰──────────╯

Rumah Najmi, Desa Baiturrahman
30 Maret 2018

Maghrib telah terlewat saat aku dan Munib pulang. Hampir seharian kami bermain ke semua tempat yang kami ingat. Dan akhirnya Munib dan aku bisa menikmati indahnya kenangan masa kecil.

Aku memegang seutas tali, Munib turut memegang ujungnya. Kami berdua berjalan sambil sesekali berloncatan. Munib bilang dia ingin bergandengan tangan seperti saat kecil. Tapi aku sadar bahwa kami berdua sudah dewasa, harus punya batasan yang tak boleh terlampaui. Jadi ide ini tercipta.

Namun seketika langkah Munib terhenti saat memasuki halaman rumah. Aku turut memperhatikan apa yang menjadi alasan Munib berhenti.

"Bang Syarif??" Gumamku pelan.

Bang Syarif disana, duduk didalam gelapnya malam karena aku lupa belum menghidupkan lampu. Sinar lampu jalan remang remang menerpa wajahnya, sorot wajahnya terlihat marah walau berusaha ia sembunyikan.

"Dia siapa??" Bisik munib padaku. Aku mengabaikannya dan memilih melanjutkan langkah. 

"Assalamualaikum bang." Aku sedikit menunduk sambil memberi senyum, berharap situasi sedikit mencair.

"Wa'alikumsalam." Hanya itu yang bang Syarif katakan. Tapi aku yakin ada banyak hal yang ingin ia tanyakan padaku.

"Gimana kalau kita ngobrol didalem aja?? Lebih adem gitu kan ya." Aku masih berusaha tersenyum, kuputar knop pintu lalu membukanya. Mempersilahkan mereka berdua masuk.

Munib dan bang Syarif akhirnya masuk walau keduanya masih beradu pandang sejak tadi. Andai kalian bisa melihatnya, ada awan mendung dan sedikit petir diatas kepala keduanya.

"Mau minum apa??" Tawarku setelah mereka berdua duduk.

"Sini duduk." Bang Syarif menepuk satu kursi yang tersisa.

Aku berjalan pelan lalu duduk. Tak ada yang bisa kulakukan, apalagi mengingat ucapan Adrian dan teman temannya tentang watak bang Syarif. Aku menelan ludahku susah payah, mampus kau Najmi.

"Dia siapa Na?? Kok kamu nurut sama dia??" Munib menatapku dengan tatapan bertanya.

"Diam kamu!!" Bang Syarif menudingkan jarinya pada Munib.

"Biasa aja mukanya." Munib menepis tangan bang Syarif.

"Gimana saya bisa biasa saja?? Kamu berduaan sama calon istri saya, gandengan tangan, gelap gelap entah dari mana kalian berdua." Bang Syarif menatap Munib kesal.

Munib malah menatapku. "Apa maksudnya calon istri?? Jawab Na!! Dia ngaco kan! Dia bohong kan." Desakan Munib membuatku bingung.

Aku menarik nafas panjang. "Bismillahirrahmanirrahim." Aku mengucap kata ajaibku.

"Bang Syarif, Munib, aku bisa jelasin. Tapi kalian diem dulu." Aku menarik nafas panjang.

Keduanya mulai tenang. "Munib. " Aku menatap Munib.

"Kenalin, dia bang Syarif. Dia orang yang ajak aku taaruf beberapa Minggu yang lalu. Maaf belum cerita." Munib mengerutkan keningnya, menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Abang. Kenalin, dia Munib. Dia temenku, inget cuma temen." Aku menekan kata temen agar dia percaya.

"Temen macam apa kalian ini??" Bang Syarif geram, menatap kamu berdua dengan tatapan tak suka.

Ada Aku Disini (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang