AAD #26✅

3.2K 102 2
                                    

╭──────────╮
𝑵𝒂𝒋𝒎𝒊'𝒔 𝑷𝑶𝑽
╰──────────╯

Pasar Desa Baiturrahman
09 April 2018

Aku memandang keempat gadis didepanku ini. Aku menyipitkan mataku, mencari ketidak seriusan mereka. Namun nihil, semua tampak serius dan antusias.

"Kalian serius??" Tanyaku memastikan.

"Ya serius atuh Najmi." Jawab Rika, gadis blasteran Sunda Jawa itu mantap dengan jawabannya.

"Mana kardusnya Najmi." Bela bertanya.

"Ada dirumah, sebentar aku ambilkan." Aku masuk ke rumah lalu mengambil empat buah kardus yang kemarin mereka pesankan padaku.

"Cuma empat??" Zahra, si gadis kacamata bertanya.

Aku meringis, sebenarnya ada lima, tapi aku meninggalkan yang sebiji lagi didalam. "Iya nih, kemarin tanya tanya adanya yang gede." Aku tersenyum simpul.

"Terus kamu gimana??" Anggun terlihat khawatir karena aku tak kebagian kardus.

Aku mengibaskan tangan didepan wajah. "Udah santai aja, aku mah bagian konsumsi para relawan aja." Untungnya alasanku disetujui mereka berempat. Bisa bisa aku bener bener dicoreng dari kartu keluarga Hamadi kalau ketahuan nyari sumbangan di pasar.

"Ya udah, ayo berangkat." Rika sudah siap dengan kardusnya.

Aku menepuk keningku, semoga saja aku tak menyesal karena telah bergabung dengan grup somplak seperti mereka.

Dan sampailah kami di pasar, keempat temanku tadi sudah menyebar ke segala penjuru pasar. Masing masing membawa kardus dengan tulisan *Galang Dana Ulang Tahun Ustadz Anwar Syarif*

Sedangkan aku tengah berteduh sambil menunggu makanan pesananku selesai di buat. Seperti rencana awal, aku adalah bagian konsumsi para relawan.

Awalnya aku tak percaya kalau cara ini akan berhasil, emangnya seterkenal apa bang Syarif sampai orang orang rela memberikan sedikit rezekinya untuk perayaan ulang tahunnya. Namun ternyata aku salah besar.

Aku dapat melihat Betapa ramainya orang yang memberikan uangnya pada anggun. Aku menggelengkan kepalaku, entah bagaimana reaksi bang Syarif saat tahu santrinya melakukan hal seperti ini.

"Ini neng ayam bakarnya." Sebuah piring diletakkan di hadapanku.

"Yang empat agak nanti juga gapapa mang, orangnya belum datang." Ujarku pada mamang penjual.

"Siap, tenang aja."

Aku tersenyum kecil lalu mulai memakan makananku.

Aku jadi teringat bang Syarif, dia mendatangiku semalam, tepat setelah aku sampai di rumah. Dia mengetuk pintu pelan sambil memanggil namaku.

Namun aku diam saja, rasanya masih terlalu berat untuk memaafkannya. Andai hanya terjadi sekali mungkin aku tak akan sebenci ini. Tapi ini sudah dua kali, aku rasa aku hanya dipermainkan olehnya.

"Apa aku putuskan aja hubungan ini ya??" Gumamku pelan.

"Lagipula dia bentar lagi kan pergi."

"Bentar lagi juga pasti bakalan lupa."

"Lagipula aku belum lama kenal dia, pasti mudah buat lupain dia."

Aku menghela nafas lagi. "Ah,, kenapa sih hatiku tiba tiba perih?? Emangnya aku cinta sama dia??" Aku bertanya pada diriku sendiri.

"Hei hati!! Kamu suka sama ustadz muda, ganteng, Sholeh, hafidz, terkenal, dan baik hati itu??" Aku bertanya pada hatiku.

Aku mencebik, ya jelaslah aku suka. Gengsi aja mau bilang. Dipertahankan sakit, dilepas juga sakit. Pingin jadi ayam bakar, sakitnya pas dipotong doang, abis itu enak. Aku menyuapkan sepotong ke mulutku.

Ada Aku Disini (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang