AAD #55 ✅

2.4K 62 0
                                    

╭──────────╮
𝑺𝒚𝒂𝒓𝒊𝒇'𝒔 𝑷𝑶𝑽
╰──────────╯

Pondok pesantren Baiturrahman
30 April 2018

"Serius Nuril bilang bodoh ke Abang??" Hasbi memastikan kebenaran cerita yang baru saja kusampaikan.

Aku menceritakan semua yang terjadi kemarin pada Hasbi, semuanya tanpa tertinggal satu apapun dan tanpa ada kebohongan apapun.

"Setelah semua yang Abang lakuin ke dia??" Hasbi kembali bertanya.

Aku mengangguk, Hasbi pasti setuju dengan yang aku lakukan.

Hasbi tiba tiba bertepuk tangan. "Nuril hebat ya!!" Suara Hasbi mulai meninggi.

Aku meletakkan jari telunjukku didepan bibir, isyarat agar dia mau merendahkan suaranya. Aku tak mau ada orang lain yang mendengar rahasia ini.

"Gila kau bang!!" Ucapan Hasbi membuatku terkejut.

"Kok saya??" Aku merasa tak terima karena dikatakan gila.

"Kalau aku jadi Nuril bang, bukan cuma bodoh yang keluar dari mulutku. Seluruh isi kebun binatang pasti kusebut bang."

Aku semakin terkejut karena wajah Hasbi terlihat murka.

"Abang itu bodoh!! Pengecut!! Penipu!! Gila!! Gak berperasaan!! Gak peka!! Pecundang!! Gak berperasaan!! Gak bisa bedain yang mana yang utama mana yang figuran!! Kau jahat betul bang!! Gak habis fikir aku sama alur pikiranmu." Hasbi memijat keningnya setelah mengucapkan semua ucapan kasarnya.

"Mulutmu has!!" Aku menegur Hasbi, karena selama hidup aku sangat amat menghindari semua ucapan kasar.

"Aku kesel samamu bang!! Abang yang ngelakuin, tapi aku yang malu bang!!" Hasbi menunjuk dirinya sendiri.

"Tau kayak gini akhirnya, aku memilih gak ikut melamar Nuril buat Abang." Hasbi menggelengkan kepalanya.

"Kenapa rupanya??"

"Kenapa?? Abang masih tanya kenapa??" Hasbi mendongak sambil membenarkan posisi pecinya.

"Memang bodoh kau bang." Ucap hasbi kemudian dia berbalik pergi.

"Apa?? Apa bodohnya aku?? Apa perlu kutanyakan pada seluruh dunia?? Kenapa aku yang bodoh??"

Aku menghela nafas berat, tak tau lagi apa yang harus kulakukan. Nuril masih marah dan esok aku harus pergi, jika aku minta maaf apakah akan dimaafkan??

Aku melepas peciku lalu menggaruk kepalaku. "Argghh,, kenapa cinta harus serumit ini??"

*Ting....Ting...Ting...* Suara dering ponsel

Aku menoleh, nama dek Rara tertera di layar. Aku segera menggeser tombol hijaunya.

Menarik nafas sebelum memulai pembicaraan. "Assalamualaikum dek."

"Wa'alikumsalam bang."

"Ada apa?? Kenapa menelpon??"

"Abang udah mau ke Magelang??"

"Belum dek, Abang diperintah khuruj sama kyai Abdul Hasyim. Mungkin setelah Syawal baru ke Magelang."

"Ooh...."

"Sampaikan pada ibu ya dek, Abang mau minta izin tapi lupa. Soalnya abis ini hapenya mau Abang balikin ke yang punya, takut gak sempet ngabarin."

"Iyaa."

Hening sejenak, seakan ada sesuatu yang hendak Rara sampaikan namun tergantung.

"Abang matikan ya."

"Tunggu dulu bang!" Suara Rara membuatku mengurungkan niat.

Ada Aku Disini (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang