Bagian Delapan Puluh Lima

14.2K 969 18
                                    

Rintik hujan terus turun sejak pukul 10:23 pagi tadi sampai sore ini, tidak ada jeda sedikitpun bahkan sampai Caca sudah berada di rumah Samudra saat ini, berhadapan dengan Natasya yang sedang sibuk mengajari calon menantunya melukis di atas kanvas menggunakan media cat air tanpa pola sebelumnya

"perhatiin tuh kalo calon mertua ngajarin" sindir Samudra yang baru saja duduk dengan membawa setoples kue kering bertabur chococips di atasnya

"bawel" ketus Caca

Mama yang mendengarnya hanya tertawa yang sedikit di tahan dengan kelakuan anaknya dan Caca

"sebenarnya ngasal aja jadi loh Ca" ucap Natasya dengan memolaskan warna kuning di bangian langit-langit senja. kebetulan wanita yang berprofesi sebagai dokter itu hari ini ada sift pagi, jadi jam 3 seperti ini sudah sampai di rumah bersama dengan Caca dan juga Samudra

"masa ma?"

"Iya. coba deh" Natasya menyodorkan kanvas beserta kuas yang di pegangnya

"mampus" batin Caca, tapi wajahnya tetap menunjukkan senyum termanisnya meskipun itu palsu

gadis berkuncir kuda itu akhirnya mengoles tipis beberapa bagian dengan mood yang bagus, hanya beberapa bagian saja yang kurang, karena nyaris semuanya yang menyentuhkan cat adalah Mama Samudra

"bisa nggak?" tanya Samudra dengan memain-mainkan rambut hitam milik Natasya, jika di benarkan kuncirannya mungkin akan bagus, ini malah di pelintir kesana kemari

"bisa. nggak usah bawel deh"

"iya sayang"

"yaudah kalian terusin, Mama mau ke atas dulu" ucap Natasya

"iya ma" jawab Caca dan Samudra kompak. wanita berumur 40 tahun itu kemudian bangkit dari duduknya dan berlalu pergi meninggalkan anak dan calon menantunya berdua di ruang tengah

"resek banget sih lo jadi cowok" ketus Caca dengan mata melotot saat Natasya sudah tidak berada di jangkauan mereka, wanita itu pergi ke kamarnya, dan pasti untuk tidur siang

"tapi cinta kan? Tidak masalah"

"idih ngarep"

"kenyataannya sayang"

"Mimpi"

belum sempat Samudra menimpali perkataan itu, ponselnya sudah lebih dulu bergetar. mengalihkan perhatian cowok itu dari tangan Caca yang sedang memolas cat dengan telaten meskipun menimbulkan beberapa coretan kecil disana

'Pak Heri'

Samudra menggeser tombol hijau di layar ponselnya, lalu menempelkan di telinga

"Halo Pak, ada apa?" tanya Samudra lebih dulu

Caca yang berada di jangkauan Samudra langsung menajamkan telinga, menguping pembicaraan antara cowok itu dengan manusia yang disebut 'Bapak'

"semen yang biasanya habis mas, tinggal 4 karung dan ini kurang" ucap Bapak-bapak berusia 46 tahun itu yang ikut di dominasi oleh suara mesin pengaduk semen

"oh gitu, yasudah saya kirimkan 50 semen lagi" kata Samudra kemudian

"baik mas, terimakasih"

"kalau ada keperluan lain, Pak Heri langsung bicara sama saya ya pak" ucap Samudra

"siap mas"

"sudah dulu ya pak. assalamualaikum"

"waalaikumsalam"

Samudra langsung memutuskan sambungan teleponnya yang sedang berjalan, kemudian cowok itu langsung mencomot kue keringnya kembali. jadi yang bisa Caca dengan adalah, Samudra sedang membicarakan tentang semen yang akan di kirimkan 50 karung lagi. memangnya mau bikin perumahan harus sebanyak itu? atau mau bikin pabrik berlantai sepuluh? hanya itulah yang berada di fikiran Caca saat ini

Only YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang