Kerumunan murid-murid yang sedang menikmati jam istirahat terlihat sangat bahagia. Inilah salah satu waktu pelajar yang sangat berharga. Jam istirahat. Ada yang sedang main basket, gossip gossip riang, godain anak anak cewek, dan ada juga yang sibuk dengan ekstra kurikulernya.
Siang ini panas terik matahari sangat membakar bumi. Matahari dengan cahayanya mengusir manusia manusia agar tidak berdiri di bawah sinarnya. Dengan warna biru indahnya menghiasi langit.
Gadis manis sedang duduk manis di depan kelasnya. Kedua kakinya mengayun kedepan dan kebelakang. Tatapannya menatap kearah teman-temannya yang sedang asik main basket. Sesekali tangannya membenarkan poni rambutnya yang sudah panjang.
Dia merasakan benda kecilnya bergetar di balik saku roknya.
"Hallo tante." Aza menarik nafasnya dalam-dalam agar terlihat tenang.
"Kok kamu nggak cerita ke tante kalo Gasta hari ini nggak masuk? Udah 3 hari ini dia juga belum pulang kerumah. Tante coba hubungi dia tapi nomernya nggak aktif." Omel Mamanya Gasta di balik ponsel Aza.
Aza mengerutkan keningnya. Tubuhnya sedikit menegang. "Gasta nggak pulang? Maaf tante, Aza nggak tau."
"Sekarang Gasta dimana? Tante minta tolong jagain Gasta ya. Tante minta tolong kamu karena tante tau Gasta itu pasti dengerin semua nasehat kamu. Tante mau Gasta berubah jadi anak yang dulu. Nggak pembangkang seperti sekarang." potong Mama Gasta.
"Iya tante. Aza berusaha buat Gasta nggak nakal lagi." Aza menunduk. Pandangannya menatap ke sepatu putihnya.
Mama Gasta sudah mematikan ponselnya.
Ponsel Aza kembali bergetar. Menandakan ada sms yang masuk.
Mama Byakta : sayang gimana kabarnya? Kok jarang main kerumah? Tante kangen nih. Oh iya Byakta masuk sekolah kan?
Mafaza : alhamdulillah baik tante. Iya nih Aza lagi sedikit sibuk sama tugas sekolah. Besok deh kalo ada waktu luang insya allah Aza main kerumah. Byakta sekolah kok tante. Alhamdulillah dia sudah mulai sedikit rajin.
Aza menatap ponselnya dengan pandangan kosong. Hati dan pikirannya berkecamuk memikirkan kedua sahabatnya.
"Kenapa?" Byakta dateng dari belakang Aza dan memegang kedua bahu Aza.
"Nyokapnya Gasta telfon gue. Biasalah." Aza menatap Byakta yang sudah duduk di sampingnya.
"Paling juga kalo nggak di wartong ya sama temen temen liarnya itu."
"Tunjukin gue tempatnya. Gue mau ngomong sama Gasta."
"Jangan. Lo nggak boleh kesana. Disana bahaya buat lo."
"Gue bisa jaga diri gue baik-baik. Plis percaya sama gue."
"Mau cabut?"
Aza mengangguk mantap. Matanya menyiratkan keyakinan dirinya sendiri.
"Yaudah. Sorry gue nggak bisa nemenin lo. Gue udah janji sama nyokap gue kalo gue nggak akan kayak dulu lagi."
Aza memegang bahu kanan Byakta. "Iya Byakta. Gue bangga sama lo. Lo sedikit meringankan beban gue. Gue tau lo itu nakal tapi lo masih mikirin keluarga lo. Beda sama Gasta." senyum Aza manis.
Gasta dan Byakta. Sama tapi berbeda. Mereka berdua sama-sama pemberontak, sama-sama nakal, sama-sama konyol. Tapi mereka berbeda untuk masalah keluarga. Berbeda permasalahan dan berbeda sikap menanggapi permasalahan. Byakta masih sedikit punya rasa peduli untuk keluarganya sedangkan Gasta yang sudah tidak peduli dengan keluarganya.
Aza beranjak dan melangkah ke pos satpam penjaga yang sedang asik menyeduh kopi panas.
Pak satpam yang bername tag Sinaga melihat Aza dengan tas punggung bertengger di punggungnya sudah berdiri di sampingnya. Tatapan menyelidik dari bawah sampai atas. "Mau kemana kau?" logat bataknya yang sangat kental.

KAMU SEDANG MEMBACA
MAFAZA
Teen FictionKenangan bukanlah hal buruk yang harus bisa menghilang dari ingatan. Tetapi kenangan adalah warna-warni cerita kehidupan tanpa kita inginkan sekalipun. Mafaza Flor Simran gadis berusia 17 tahun memiliki keluarga dan sahabat yang selalu memberikan ka...