Gasta menikmati hari minggu yang cerah dengan duduk santai di gedung tua tempat tongkrongnya bersama teman-teman luar sekolah. Dia menonton tv sambil menikmati cemilan. Kedua kakinya bersandar di atas meja.
Katon duduk di samping Gasta dengan posisi yang sama. "Mafaza gimana? Lo akhir-akhir ini jarang kumpul." Katon melirik Gasta.
"Udah mendingan. Gue harus jagain dia."
Katon tau kondisi dan penyebab itu semua. Gasta yang cerita ke Katon. Karena Katon selalu mencari dirinya. Terpaksa Gasta menceritakan semuanya.
"Perasaan lo masih sama?"
Gasta diam. Dia mulai berfikir. Kenangan dirinya bersama Mafaza sudah terlalu banyak. Dia mulai flashback kejadian di rumah sakit. Hatinya mulai berdesir setiap dia mengingatnya. Bibirnya tersenyum tipis.
"Ngapain lo senyum? Hayooo lo mikirin apa? Jorok pasti." goda Katon menyenggol lengan Gasta.
"Jorok pala lo. Gue mikirin kapan lo nikah." Gasta balik mengejek Katon.
Katon dan Gasta terpaut 10 tahun. Katon si pengusaha cafe yang tidak pernah memikirkan pendamping untuk masa depannya. Dia termasuk orang yang gila bekerja dan gila berkelahi.
Teman-teman Gasta kebanyakan sudah dewasa. Mereka tidak mempermasalahkan perbedaan umur ketika pemikiran dan kedewasaan mereka cocok. Hanya beberapa yang sama umurnya dengan Gasta.
"Nggak usah ngeles lo. Lo makin suka sama Mafaza kan?" Katon membuat kedua pipi Gasta memerah. "Anjir pipi lo merah. Bisa malu juga ya lo." tawa Katon.
Gasta membuang cemilannya tepat di depan muka Katon. "Sialan lo." ucapnya. Dia beranjak dan mengambil rokok yang ada di atas meja. Dia duduk di balkon gedung memunggungi langit-langit. Menghadap dalam ruangan.
"Nunggu apa lagi lo? Keburu diambil orang lagi." Katon masih saja menggoda Gasta. Dia masih dengan posisi duduknya. Mukanya sudah dia bersihkan dengan tissu yang ada di atas meja.
"Belum yakin gue."
"Jawab gitu aja terus sampe lo ubanan. Jangan sampe dia salah dapetin cowok lagi."
"Nah itu. Gue takut kalo gue termasuk cowok yang salah." ucapnya sambil menikmati semburan asap rokok yang dia buat.
"Gue yakin. Cuma lo cowok yang cocok sama dia."
"Puji aja terus gue. Sampe gue jungkir balik ke bawah."
Katon tertawa. Dia sudah menebak Gasta pasti tau maksud dari pujian dirinya. Ya hanya menggoda Gasta. Tapi Katon sangat yakin Gasta lah yang terbaik untuk Mafaza.
Kanton melihat ponsel Gasta yang menyala. "Gas ada telfon."
"Siapa?"
Katon melempar ponsel Gasta. Gasta langsung menangkap dengan tepat. "Rusak. Lo ganti." ucap Gasta sedikit kesal.
"Santai. Gue ganti hp jaman 90an."
"Iya yang tua. Gue tau." Gasta tertawa melihat muka Katon yang masam. Dia mengangkat telfon yang entah dari siapa.
"Hallo...siapa?" tanyanya di balik ponsel.
"Lo kalo terima telfon liat dulu namanya siapa." omel Afkar yang kesal dengan sikap Gasta yang satu ini.
"Eh bang. Kenapa? Ada apa?"
"Nanti malem ke rumah bisa? Jagain adik gue. Gue mau bikin tugas kampus di rumah temen."
"Kenapa nggak di rumah lo aja bikin tugasnya."
"Nggak bisa. Udah ada giliran masing-masing."
"Macam pembagian zakat aja."

KAMU SEDANG MEMBACA
MAFAZA
Teen FictionKenangan bukanlah hal buruk yang harus bisa menghilang dari ingatan. Tetapi kenangan adalah warna-warni cerita kehidupan tanpa kita inginkan sekalipun. Mafaza Flor Simran gadis berusia 17 tahun memiliki keluarga dan sahabat yang selalu memberikan ka...