Sudah satu minggu Gasta pergi ke Jepang. Komunikasi dengan Zavarasha dan Kipi masih berjalan. Setiap Zavarasha dan Kipi kumpul mereka selalu melakukan video call dengan Gasta. Walaupun perbedaan waktu yang membuat mereka sedikit susah untuk komunikasi dengan lancar. Terutama dengan Zavarasha yang tidak terbiasa untuk menyalakan matanya sampai malam. Kesibukan mereka yang sudah menginjak kelas 3 membuat mereka susah untuk komunikasi dengan Gasta selain di malam hari. Kecuali di saat hari libur. Mereka masih merasakan kebahagiaan walaupun terpisah dengan jarak yang jauh.
Tapi berbeda dengan sikap dan persaan Mafaza. Sampai sekarang Mafaza masih sering merenung dan menyendiri. Sahabat-sahabatnya serta keluarganya selalu berusaha menghibur tetapi itu semua hanya sesaat.
Di sekolah dia selalu duduk di bangku pojok belakang yang selalu dia duduki bersama Gasta. Teman-temannya selalu berusaha menghibur dirinya. Terutama Rauf yang notabenya memang suka jahil dan membuat tawa. Dan Mafaza masih merespon dan tersenyum bahagia di depan sahabat-sahabatnya.
Di saat jam istirahat Mafaza selalu bersama Zavarasha dan Kipi tetapi pikirannya masih memikirkan Gasta. Sahabat-sahabatnya sangat tahu perasaan Mafaza dan sangat mengerti.
Di rumah dia selalu mengurung dirinya di dalam kamar. Memainkan piano dan gitar. Dan menyanyikan lagu yang dia suka. Ayah, Bunda dan Afkar pun juga berusaha menghibur dan selalu mengajaknya jalan-jalan tapi sering kali Mafaza tolak. Dia lebih memilih berdiam diri di dalam kamar.
Hari minggu yang cerah. Langit biru bersama awan putih berkumpul mengelilingi matahari. Angin yang sejuk menambah kenyamanan dunia.
Mafaza duduk di balkon dan sibuk memainkan gitarnya. Melantunkan nyanyian sendu yang menjadi lagu favoritnya shawn mendes - in my blood.
🎶Help me, it's like the walls are caving in
Sometimes I feel like giving up
But I just can't
It isn't in my blood🎶Tok..tok..tok
"Za gue Akta. Gue masuk ya?!" suara Akta menghentikan lantunan lagu dan permainan gitar Mafaza.Tanpa mendengar suara Mafaza. Byakta masuk ke dalam kamar Mafaza. Dia melihat kamar yang gelap. Tirai yang masih menjuntang menutupi kaca jendela.
"Ada apa?" Mafaza jalan masuk ke dalam kamar mendekati Byakta yang duduk di kursi depan meja piano.
Byakta memainkan lagu dengan piano. "Gue mau ngajakin lo usaha. Mau nggak?"
Mafaza duduk di pinggir kasur. "Usaha apa?"
Afkar dan Keyra masuk tiba-tiba. "Lo kan bisa nyanyi sama main musik. Bikin channel youtube cover-cover lagu gitu. Minat nggak?" ajak Keyra tersenyum berharap Mafaza setuju.
Afkar duduk di samping Mafaza. Dia menepuk bahu Mafaza yang masih berfikir. "Gue pengen kehidupan lo nggak boring kayak gini."
"Gue bisa ajarin lo dance kalo lo mau." tambah Keyra.
"Gue bisa bantuin apa aja buat lo." tambah Byakta makin memantapkan keputusan mereka.
Ini semua ide dari Keyra. Zavarasha dan Kipi sudah tahu ini dan mereka sangat setuju. Selain membuat Mafaza melupakan rasa sedihnya tapi bisa membuat Mafaza sedikit sibuk dengan kegiatan yang berguna.
Kedua bola mata Mafaza berputar. Kepalanya mengangguk. Membuat Afkar, Byakta, dan Keyra tersenyum bahagia.
Afkar memeluk erat adik tersayangnya. "Gue pengen lo bisa lebih bahagia. Gue yakin Gasta juga nggak akan pernah lupain kita semua."
Mafaza merespon Afkar dengan senyum bahagia. Sudah saatnya dia menjadi orang yang membuat teman dan keluarganya bahagia. Tidak akan ada lagi perasaan sedih dan murung yang membuat semua orang terdekatnya khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFAZA
Roman pour AdolescentsKenangan bukanlah hal buruk yang harus bisa menghilang dari ingatan. Tetapi kenangan adalah warna-warni cerita kehidupan tanpa kita inginkan sekalipun. Mafaza Flor Simran gadis berusia 17 tahun memiliki keluarga dan sahabat yang selalu memberikan ka...