MAFAZA 20

22 1 0
                                    

Di saat hati tak selalu bersama dengan keinginan. Semua akan terasa lebih menyakitkan.

###


Gasta melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Lagi-lagi dia terlambat masuk sekolah. Seragamnya yang berantakan keluar dari celana. Dan dasi yang masih mengalung di lehernya.

"Pak pliiissss bukain gerbangnya. Tadi ada kucing nangis pak. Kan saya kasian. Jadi ya bantu tenangin dulu." Gasta merayu satpam sekolah yang berdiri di depannya di batasi pagar.

"Ada-ada saja kamu. Mana bisa kucing nangis. Nggak. Kamu sering telat." kedua tangan satpam bertengger di pinggang.

"Pelit amat sih." Gerutunya. Dia menyerah. Dia mengendarai motornya ke wartong.

"Bu titip motor ya." pamit Gasta yang langsung pergi.

"MAU KEMANA?" teriak Bu Siti yang melihat Gasta lari.

Gasta lari ke gerbang samping. Akal bulusnya sudah keluar. Seperti biasa dia masuk ke dalam sekolah melewati tingginya tembok.

"GASSS..." teriak Byakta yang ternyata senasib dengan Gasta.

"Kambuh lo?" Gasta tertawa.

"Biasalah. Capek gue jadi anak baik." jawabnya sok dan mendapat toyoran di kepalanya.

Mereka melempar tas mereka dulu. Gasta naik dengan santainya dan di susul dengan Byakta.

"Memang kita berbakat dalam hal apa aja." ucap Byakta bangga setelah dia bisa masuk ke dalam sekolah.

Gasta mengambil tasnya  "Jangan cerewet ntar ketahuan." omel Gasta.

"Nggak usah cemen. Kan udah langganan lo." ejek Byakta. Mereka tertawa tanpa melihat lingkungan sekitarnya.

"Iya kamu memang berbakat. Bakat jadi maling." suara dari belakang Gasta dan Byakta

Gasta dan Byakta memutar badannya. Sudah ada Pak Budi yang berdiri dengan sangarnya sambil membawa penggaris kayu panjang.

"Mampus." ucap Byakta lirih. Dia sangat takut dengan ganasnya Pak Budi. Suara kerasnya Pak Budi. Dan yang pasti hukumannya Pak Budi yang selalu ekstream.

"Kalian ini nggak ada kapok-kapoknya ya." Pak Budi menarik telinga Gasta dan Byakta. Menyeretnya ke tengah lapangan.

Pak Budi berdiri di depan Gasta. "Kamu lagi...mau sampai kapan? Kamu nggak peduli sama gertakan saya?" Pak Budi melihat Byakta yang diam menunduk. "Kamu juga. Mau kumat lagi?" tanyanya semakin marah.

Gasta tidak ada rasa takut sama sekali. Dia membalas tatapan Pak Budi. "Tinggal keluarin gampang kan?!" ucapan Gasta membuat Byakta tercengang.

Byakta menengok ke arah Gasta dan menyenggol lengan Gasta. Dan beralih melihat Pak Budi yang sudah emosi. "Aduh pak kita makan-makan aja dulu. Bapak pasti laper kan?!" Byakta tersenyum lebar menampilkan giginya ke Pak Budi.

Pak Budi menghiraukan rayuan Byakta. Tatapannya tajam kearah Gasta yang masih terkekeh. "Kalo bukan karena orang tua kamu yang selalu memberikan donasi untuk sekolah. Kamu sudah saya keluarkan dari dulu." ucap Pak Budi serius.

Orang tua Gasta sangat di hormati di SMA Taruna. Mereka sering mendonasikan dananya untuk kebutuhan sekolah. Ini yang membuat Gasta merasa malas dengan respon baik para guru yang hanya fake. Selain Bu Fita dan Pak Budi.

"Kalian lari 10x putaran dan setelah pulang sekolah bersihkan toilet laki-laki sampai bersih." bentak Pak Budi. Menggeleng kesal dan langsung pergi meninggalkan kedua anak badung yang sedang melakukan hukumannya.

MAFAZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang