MAFAZA 42

19 5 3
                                    

Semenjak kejadian Javas dan Mishall terjadi. Mafaza selalu mengurung dirinya di kamar. Dia jarang kumpul dengan teman-temannya. Bahkan dia tidak tahu kejadian apa yang terjadi di lingkungannya .

Mafaza duduk melamun di kursi pojok paling belakang. Pandangannya menatap ke depan tapi pikirannya melayang keman-mana. Dia melihat Mishall yang sedang bercanda dengan teman-temannya. Dia melihat sahabat-sahabatnya yang diam di tempat duduknya. Dia tahu sahabat-sahabatnya tidak ingin mengganggu dirinya.

Kepalanya menyamping melihat Kipi yang sedang asik bermain game di ponsel mereka. Keningnya berkerut. Dia menyadari ada murid yang jarang dia lihat di sekolah selama 3 hari ini.

"Rauf...Gasta mana?" Rauf yang duduk dekat Mafaza memutar kedua bola matanya. Dia melihat Byakta dan Rauf yang tidak merespon pertanyaan Mafaza.

Rauf beranjak dan pindah duduk di depan Mafaza. "Dia kena skors." nada suara Rauf sangat lirih.

"Apa? Kok bisa? Kenapa?"

"Dia berantem sama Javas."

"Kapan? Kenapa?"

"Sehari setelah lo mabuk. Ya karna dia marah sama perbuatan Javas ke elo Za."

"Kok Gasta gitu. Kan jadinya dia yang kena masalah."

"Aduh Za...lo masih nggak ngerti?!"

"Ngerti apa?"

Rauf frustasi. Dia mengacak rambutnya. "Biar waktu yang menjawab." Rauf beranjak dan pergi ke tempat duduknya semula.

"Maksudnya?" Mafaza masih belum mengerti maksud Rauf. Dia merasa ada sesuatu yang harus dirinya tahu.

Suasana kelas semakin lama semakin sepi. Banyak yang memilih keluar kelas dan memanfaatkan waktu istirahat semaksimal mungkin. Hanya ada anak-anak Kipi, Zavarasha dan Eve (kecuali Orlin).

Kepala Mafaza menelungkup di atas meja dengan tumpuan kedua tangannya.

"Za...."

Suara itu. Mafaza sangat tau suara itu. Tubuhnya menegang. Dia tidak bisa mengangkat kepalanya. Dia berpura-pura tidur.

"Ngapain lo?" tanya Byakta. Dia sudah berdiri di samping Mafaza.

"Gue mau ngomong penting sama Mafaza."

"Lo nggak usah ganggu dia lagi."

Javas tidak menghiraukan peringatan Byakta. Tatapannya menatap Mafaza yang dia tahu hanya berpura-pura tidur. "Za...gue mau ngomong sebentar aja sama lo." suaranya sangat lembut. Inilah yang membuat Mafaza mudah goyah.

Kepala Mafaza mulai diangkat. Dia melihat sahabat-sahabatnya yang sudah berdiri. Muka mereka menegang penuh emosi. Kedua matanya beralih melihat Mishall yang juga menatap dirinya.

"Mau ngomong apa? Cepet." suara Mafaza terdengar sinis.

"Tapi Za...."

Tangan kanannya menyentuh tangan kiri Byakta. "Nggak pa-pa Akta." Mafaza memotong ucapan Byakta dan meyakinkan Byakta.

Byakta menghembuskan nafasnya kasar. Dia mengangguk tapi dirinya kecewa.

Javas duduk di kursi depan Mafaza. Pandangannya sangat dalam. Dan terasa kesedihan di dalam dirinya. "Maafin gua Za. Bukan ini yang gue mau."

Mafaza terlihat santai di depan Javas. Pandangannya tidak tersirat harapan untuk Javas. "Ini juga bukan yang gue mau."

"Maafin gue Za. Gue tahu kalo gue salah banget banget. Tapi Za.....gue bener-bener masih sayang sama lo."

MAFAZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang