5 bulan sudah hubungan Javas dan Mafaza berjalan. Mereka sangat menikmati rasa. Menikmati setiap kebersamaan.
Suara air menetes dari langit. Sisa hujan membuat udara dingin melingkupi. Angin-angin yang tidak terlalu kencang juga turut hadir. Air akibat hujan lebat menempel di setiap isi bumi.
Mafaza menikmati minggu siangnya di dalam kamar memainkan piano miliknya. Menyanyikan lagu sesuka hatinya. Dia memikirkan sikap Ayahnya yang masih kurang suka dengan Javas.
"Aza ini Ayah. Boleh masuk?" suara Ayah dari balik pintu kamarnya.
"Iya Yah. Buka aja." Mafaza beranjak dan duduk di sisi kamarnya.
Ayah jalan mendekati Mafaza dan duduk di samping Mafaza. Membelai lembut kepala Mafaza. "Maafin Ayah ya."
Mafaza mengernyit. Dia bingung sengan ucapan Ayahnya.
"Bukannya Ayah nggak suka sama Javas. Ayah cuma masih belum bisa terima kalo anak Ayah udah beranjak dewasa dan udah punya pacar."
Mafaza terkekeh. Ternyata ini alasan sikap sinis Ayahnya.
"Kamu kenapa ketawa?"
"Ayah lucu."
Ayah merasa anaknya menggoda dirinya. Dia menggelitik Mafaza yang mudah merasa geli. Mafaza merajuk sampai tidur di kasurnya dan Ayah masih saja terus menggelitik dirinya.
Jam 12 siang. Mafaza memesan ojek online untuk pergi ke rumah Javas. Selama 5 bulan ini Mafaza sudah 3 kali ini ke rumah Javas dan di sambut dengan ramah.
Dia melihat Ibunya Javas sedang membersihkan taman rumahnya yang ada di depan. "Assalamu'alaikum tante."
"Wa'alaikumsalam." Ibu Javas berdiri dan mendekati Mafaza dengan senyum cantik. "Aduh calon mantu. Mau cari calom suami ya? Masuk aja. Tuh ada Mishall juga di dalem." Beliau sangat suka dengan Mafaza. Senyumnya selalu merekah setiap melihat Mafaza. Baginya Javas sangat pintar memilih pacar.
Mafaza terkekeh mendengar ucapan Ibunya Javas. Dia mengangguk dan pergi. Di otaknya sekarang kenapa ada Mishall. Kenapa Mishall bisa ke rumahnya Javas.
Dia masuk tanpa suara. Niatnya ingin mengagetkan Javas dan Mishall. Dia melihat Mishall yang sedang duduk di sofa ruang tamu yang berjarak sedikit jauh dengan pintu masuk rumah. Dia melihat Mishall sedang asik menelfon seseorang.
"Kayaknya gue suka sama Javas. Tapi mungkin nggak juga sih. Gue kagum sama dia. Dia bisa sesayang itu ke Mafaza. Gue jadi pengen punya pacar kayak Javas."
Tubuh Mafaza menegang. Dia memberhentikan langkahnya. Kedua matanya mengerjap tidak percaya.
"Nggak lah. Mana mungkin gue ngerebut pacar sahabat gue. Gue masih mentingin sahabat dong." tambah Mishall.
Mafaza menggelengkan kepalanya. Dia yakin sahabatnya tidak akan setega yang dia duga. Dia berusaha menghilangkan perasaan curiga di dalam dirinya. Dia percaya dengan Mishall.
Dia melihat Mishall sudah menutup pembicaraannya di ponsel. Mishall duduk menunggu Javas yang belum keluar dari kamarnya. Dia ingin mendekat tapi entah kenapa kakinya susah untuk dia gerakkan. Langkahnya berbeda dengan keinginan hatinya. Dia membalikkan badannya dan keluar tanpa menemui Mishall dan Javas.
"Loh kok udah mau pulang?" Ibu Javas melihat Mafaza yang sudah ingin pulang.
"Iya tante tiba-tiba di suruh pulang cepet sama bunda. Aza pulang dulu." pamitnya mencium tangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
MAFAZA
Ficção AdolescenteKenangan bukanlah hal buruk yang harus bisa menghilang dari ingatan. Tetapi kenangan adalah warna-warni cerita kehidupan tanpa kita inginkan sekalipun. Mafaza Flor Simran gadis berusia 17 tahun memiliki keluarga dan sahabat yang selalu memberikan ka...