"Kalian saya skors satu minggu. Saya tidak tahu permasalahan apa yang kalian debatkan. Yang pasti jangan pernah ulangi lagi."
"Iya pak." jawab Javas dan pergi keluar dari ruang guru.
Gasta hanya diam. Dia tidak menghiraukan peringatan bahkan hukuman yang dia terima.
"Sebenarnya ada permasalahan apa Gasta?" Pak Budi masih tetap tidak menyerah.
"Kamu dan Javas tidak ada yang mau cerita?! Yasudah."
Gasta diam. Dia beranjak dan pergi keluar.
Pak Budi menatap punggung Gasta. "Sebenarnya ada apa?" Pak Budi sangat memperhatikan Gasta. Bukan karena dia selalu membuat onar tapi Pak Budi tahu Gasta sebenarnya anak yang baik dan pintar. Pak Budi merasa kasihan dengan Gasta. Perceraian orang tuanya membuat mental Gasta berubah. Baru kali ini Pak Budi melihat amarah yang sangat tinggi dari diri Gasta.
Gasta menatap tajam punggung Javas yang sudah semakin jauh. Dia mengambil ponselnya dan mencari nama Katon.
"Dia udah bangun?" tanpa basa basi Gasta menanyakam keadaan Mafaza.
Katon terbahak. "Ah elo nggak tanya kabar gue dulu langsung tanya belahan jiwanya." Dia senang menggoda Gasta.
"Serius." nada suara Gasta sudah tersengar sangat serius
"Belum. Gue juga heran kenapa dia belum bangun sampe sekarang. Emang dia minum alkohol berapa persen sih?"
"Gue juga nggak tahu. Nanti gue tanya Rahseti." Gasta langsung menutup ponselnya. Dia ingat perintah Byakta dan teman-temannya. Dia mengetik pesan yang dia kirimkan ke Rahseti.
"Rooftop sekarang."
Dia jalan melewati koridor sekolah. Masih ada sisa 15 menit untuk jam istirahat. Waktu yang cukup untuk menjelaskan semuanya.
Sudah ada Byakta dan kawan-kawan di atas rooftop. Mereka memakan cemilan yang di belikan Safura tadi dari kantin. Tawa mereka keluar bersama hembusan angin.
"Gimana?" tanya Byakta yang melihat Gasta sudah tiba di rooftop.
"Gue di skors seminggu." Dia duduk di samping Byakta. Punggungnya menyandar santai.
"Mafaza gimana?" Ava sudah tidak sabar ingin mendengar cerita Gasta.
"Ada apa ini?" suara Rahseti membuat semua mata tertuju ke dirinya. Kening mereka berkerut melihat orang lain datang di rooftop.
"Biar Rahseti yang jelasin dari awal. Dia yang dari awal sama Mafaza."
Rahseti mengerti kata Gasta. Dia mengangguk dan duduk di tengah Ava dan Ayesha.
Rahseti menceritakan semuanya dari awal. Telinga mereka mendengar dengan serius. Kecuali Gasta. Dia sibuk dengan ponselnya. Dia mengabari Afkar dan menyuruh Afkar untuk tidak khawatir.
"Gila gila gila bangsat mereka berdua." emosi Ayesha meluap.
Kedua bola mata Ava dan Safura terlihat sedih. Dia tidak berkomentar apapun. Kepalanya Ava menyandar di bahu Zar dan kepala Safura menyandar di bahu Rauf.
Zar melihat tingkah aneh kedua sahabat wanitanya itu. Dia menyadari ketika ada setetes air mata yang jatuh di atas punggung tangannya. "Udah nggak usah nangis." ucapnya menenangkan Ava.
Rauf mengusap pipi Safura yang terlihat basah.
"Gue kasian sama Aza. Belum ngadepin bunda yang mau jodohin dia." Safura mengangkat kepalanya. Melihat temannya satu persatu.
Rahseti kaget mendengar ucapan Safura. Dia baru tahu cerita Mafaza. Dia memilih diam dan mendengarkan teman-temannya berdiskusi.
"Gas lo harus berbuat sesuatu. Biar bunda nggak jadi jodohin Aza." tambah Ayesha. Dia menatap Gasta yang mulai fokus dengan teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFAZA
أدب المراهقينKenangan bukanlah hal buruk yang harus bisa menghilang dari ingatan. Tetapi kenangan adalah warna-warni cerita kehidupan tanpa kita inginkan sekalipun. Mafaza Flor Simran gadis berusia 17 tahun memiliki keluarga dan sahabat yang selalu memberikan ka...