Javas memberhentikan mobilnya di depan club. Dia menatap Mafaza yang cemas. "Kita masuk bentar ketemu Mishall setelah itu kita langsung keluar ya." Pandangannya meyakinkan Mafaza.
Mafaza mengangguk. Dia sebenernya ragu mengikuti perintah Javas. Tapi di satu sisi dia juga ingin tahu apa yang Mishall ingin bicarakan.
Javas memasuki club dan di susul Mafaza di belakangnya. Pandangan Mafaza mengelilingi seisi club. Baru kali ini dia masuk di tempat seperti ini. Terasa aneh dan tidak nyaman. Bau rokok dan alkohol yang sangat menyengat menampar indera penciuman Mafaza. Dia benar-benar ingin keluar secepatnya.
Sudah ada Mishall, Rahseti, Orlin dan Raka yang duduk di kursi bar. Mereka menikmati minuman alkohol mereka dengan kesadaran mereka yang sudah tidak penuh.
Mishall orang yang paling banyak menghabiskan alkohol dan tingkat kesadarannya yang sudah hampir habis. Dia tersenyum melihat Javas. Tapi senyumnya pudar setelah melihat Mafaza di belakang Javas. Dia mengeluarkan senyum licik.
Rahseti mengerutkan keningnya. Dia merasa akan ada sesuatu yang buruk. Dia melihat Mafaza dengan cemas. Dia tahu Mafaza tidak pernah masuk ke tempat seperti ini. Dia melihat Mishall dan otaknya mulai bertanya apa yang akan terjadi.
Orlin dan Raka terlihat tidak peduli. Mereka berdua asik bermain kartu dan menikmati minumannya.
"Kalian udah dateng. Sini duduk." sapa Mishall ramah.
"Kenapa di sini sih ketemuannya." gerutu Mafaza menatap Mishall dan teman-temannya.
Javas duduk tepat di samping Javas dan Mafaza duduk di kursi paling pinggir. Javas dan Mafaza memesan minuman biasa.
Javas sedang asik mengobrol dengan Mishall. Tanpa henti mereka melakukan kontak fisik. Entah itu hanya pegangan tangan.
Mafaza menatapnya heran. Dia tidak ingin beranggapan buruk tentang dua orang itu. Pandangannya teralih ke orang-orang yang sedang asik berjoget mengikuti musik. Melihat orang-orang yang sedang menikmati minuman beralkohol sampai ada yang sudah seperti zombi. "Kenapa bisa sih ada yang suka tempat kayak gini. Berisik banget. Bau rokok." omel Mafaza.
"Baru pertama kali kesini ya dek." suara cowok yang duduk tidak jauh di samping Mafaza.
Mafaza mengerutkan keningnya. Dia melihat dari bawah sampai atas. Terlihat bukan manusia jahat. "Iya." jawabnya singkat.
Orang itu menganggukkan kepalanya. "Jangan pernah ke sini lagi ya. Kasian."
Mafaza mengangguk. Dia tau maksud orang itu. Dia juga tidak ingin kembali lagi ke tempat seperti ini.
Mafaza mendengar suara keributan. Dia membalikkan kepalanya. Melihat Javas dan Mishall yang sedang terlihat sangat serius. Teman-temannya hanya duduk diam melihat Mishall dan Javas.
Mafaza beranjak dari duduknya. Dia berdiri di samping Javas. "Ini kenapa? Loh Mishall kenapa?"
"Dia udah mabuk." jawab Javas menatap tenang Mafaza.
"Eh Za..." suara keras dari Mishall membuat Mafaza menatap Mishall penuh tanya. "Mendingan lo jauhin Javas."
"STOP SHALL." teriak Javas. Dia tidak ingin Mishall bertindak lebih jauh.
"Kenapa?" Mafaza memaksa Mishall untuk bercerita.
Rahseti mulai cemas. Dia berdiri di depan Mafaza dengan tangan membawa sebotol minuman beralkohol.
Mishall tersenyum sinis. Kesadarannya sedikit masih ada walaupun dia sudah seperti zombi. "Karena gue sama Javas udah making love. Dan gue udah nggak perawan karena dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFAZA
Teen FictionKenangan bukanlah hal buruk yang harus bisa menghilang dari ingatan. Tetapi kenangan adalah warna-warni cerita kehidupan tanpa kita inginkan sekalipun. Mafaza Flor Simran gadis berusia 17 tahun memiliki keluarga dan sahabat yang selalu memberikan ka...