MAFAZA 46

18 3 2
                                    

"Gue mau ikut bokap gue di Jepang."

"Whaattt??? Apa apaan lo?" nada suara Rauf tinggi.

"Lo yakin?" tambah Byakta.

Gasta menganggukkan kepalanya. Dan mengangkat kedua alisnya.

"Kapan?" tanya Zar.

"Setelah acara ulang tahun Mafaza."

"Dia tahu nggak?" tanya Safura.

"Nggak. Dia bahkan belum tahu kalo gue udah komunikasi sama bokap gue."

Malam ini Kipi, Zavarasha dan Afkar. Kecuali Mafaza. Kumpul di rumah Gasta untuk pertama kalinya.

Kehidupan Gasta sudah berubah normal. Dia jarang bolos sekolah dan membuat keributan di sekolah. Bahkan dia sudah sering tinggal dan tidur di rumah. Dia juga sudah tidak membuat keributan dan menyalahkan Ibunya. Ibunya tahu kabar Ayahnya yang sudah berada di Indonesia dan kabar tentang Gasta yang akan ikut ke Jepang. Ibunya menyetujui keputusan Gasta karena melihat anaknya sangat merindukan Ayahnya.

"Tapi lo kan mau ujian. Nanggung kalo lo mau pindah sekolah." ucap Afkar.

"Gue mau homeschooling disana."

"Pantesan lo suruh kita kumpul tanpa Mafaza." Byakta dan kawan-kawannya baru menyadari ini semua.

"Tapi nanti Mafaza gimana?" Ava melihat Gasta yang juga terlihat bingung.

"Gue nggak bisa jaga Mafaza selamanya kan. Gue juga butuh kebahagiaan gue."

"Bukannya Mafaza juga kebahagiaan lo?" tanya Ayesha yang sedikit kecewa dengan jawaban Gasta.

"Ini kan yang Gasta mau. Kita dukung aja selama dia bahagia." jawab Zar menengahi. Agar tidak terjadi perdebatan.

"Iya soal Mafaza nanti gue yang urus." tambah Afkar menenangkan.

Rauf mengambil cemilan kacang yang ada di atas meja. "Kita jangan bikin Mafaza curiga aja." Rauf bicara dengan mulut penuh makanan.

"Kalian pasti tahu kan kalo Mafaza bakal kecewa sama kita semua?" Ava masih saja mengkhawatirkan sahabatnya.

"Iya kita tahu. Tapi ini konsekuensi kita semua." Safura mengerti keadaan Gasta. Dia juga tahu sebahagia apa seorang anak bertemu dengan orang tuanya yang bertahun-tahun pisah.

"Tenang aja. Gue tahu banget sifat adik gue." ucap Afkar. "Sekarang kita bantu acara ulang tahunnya Mafaza aja sama atur rencana." usulan Afkar mendapat jawaban anggukan dari teman-temannya.

Otak Gasta selalu memikirkan Mafaza. Dia tidak ingin meninggalkan Mafaza. Tapi dia juga tidak ingin jauh dengan Ayahnya lagi.

***

Zavarasha duduk santai di cafe coffee. Bersama terik matahari yang hari ini sangat menyengat. Mereka mendiskusikan acara ulang tahun Mafaza.

Dengan segelas minuman segar yang mereka pesan dan beberapa piring cemilan kesukaan mereka.

"Gue pengennya biasa aja. Nggak usah mewah-mewah dan ribet." ucap Mafaza ke Ava yang sedari tadi ingin mengadakan pesta mewah.

"Tapi Za inikan ulang tahun lo." Ava masih berusaha merajuk.

"Mantan lo mau lo undang semua nggak?" tanya Ayesha.

"Ya nggak lah. Bakal penuh kalo dia undang semua." ejek Safura di tanggap tawa teman-temannya.

"Sialan lo." cemberut Mafaza. Pandangannya teralih ke ponselnya. Dia mencari kontak nama Gasta. Berkali kali dia berusaha memanggil tapi tidak ada jawaban sama sekali.

MAFAZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang