MAFAZA 29

19 2 0
                                    

"Bundaaaa.....kenapa nggak kasih kabar sih kalo mau pulang?!" teriak Mafaza dan turun melewati anak tangga. Rambutnya dia ikat satu dengan poni yang sudah memanjang.

Ayah tersenyum lebar melihat putrinya yang menyambutnya dengan bahagia. Dia memeluk putrinya dan mengusap kepalanya. "Kan surprise sayang." ucap Ayah yang sudah melepas pelukannya. Dia melihat muka Mafaza.

Mafaza tersenyum. Dia melihat Ayahnya dan berganti melihat Bundanya. Dia merasa heran. Baru kali ini Bunda diam dan hanya melihat dirinya.

"Bun....." panggilan Mafaza terputus setelah melihat Bunda pergi ke kamarnya begitu saja. Kening Mafaza berkerut. Dia melihat Ayahnya. "Bunda kenapa?" tanyanya ingin tau.

Ayah tersenyum manis. "Kecapekan sayang. Kan habis jalan-jalan. Ayah masuk kamar dulu ya." pamitnya mengecup kening putrinya.

Mafaza mengangguk dan tersenyum. Ada perasaan janggal di hatinya. Dia merasa ada sesuatu yang Bunda dan Ayah sembunyikan. Dia beranjak dan masuk ke kamarnya kembali melanjutkan aktifitas lnya sekarang yang dia sukai. Bermain musik.

Suasana rumah yang dingin karena tiupan angin setelah air hujan turun. Air hujan menetes di setiap kaca luar rumah.

Malam ini keluarga Simron duduk di meja makan. Mereka menikmati makan dengan sunyi dan tanpa suara. Hanya suara ketukan sendok garpu yang menempel di piring.

Mafaza melirik Afkar yang duduk di depannya. Dia mengangkat kedua alisnya memberikan kode dan melirik Ayah Bundanya yang diam.

Afkar acuh tak merespon. Dia kembali memakan makanannya tanpa menghiraukan perubahan Ayah dan Bundanya.

"Bunda...liburannya gimana? Enak nggak?" Mafaza memancing suasana yang sunyi.

Bunda melirik Mafaza sekilas. "Iya." jawabnya singkat. Membuat Afkar mulai ingin tau dengan perubahan Bundanya.

"Bunda kenapa sih diem aja?"

Hanya diam. Bunda masih memakan makanannya tanpa merespon pertanyaan Mafaza.

Ayah melihat Bunda dan Mafaza bergantian. "Bunda capek sayang. Habisin dulu ya makanannya." Ayah tersenyum ke Mafaza. Dengan lembut beliau berusaha menenangkan dugaan Mafaza.

Buyi bel rumah.
Bunda berdiri tanpa ijin dan langsung membuka pintu. Dia tersenyum setelah melihat siapa orang itu. "Masuk. Sini ikut makan malem." ajaknya dan jalan ke ruang makan.

Ayah melihat Bunda yang sudah duduk di kursinya. "Siapa Bun?"

Bunda tersenyum membuat kening Mafaza dan Afkar berkerut.

"Sini duduk aja." teriak Bunda dan melihat lorong masuk ruang makan.

Mafaza dan Afkar menengokkan kepalanya ke sumber suara langkah. Kedua matanya melotot ketika tau siapa tamu yang datang di rumahnya.

Afkar melihat raut muka Mafaza yang langsung berubah. Dia khawatir dengan adiknya. Dia berganti menatap marah ke arah Bundanya yang tersenyum menyapa.

"Bunda yang suruh Naresh ke sini. Makan malam bersama. Sini duduk Resh." ucap Bunda tanpa rasa bersalah.

Ayah melihat Mafaza yang sudah menegang. Dia melihat raut muka Mafaza yang terlihat sangat kaget. Dirinya ingin tau penyebab semua ini. Tangannya menyentuh punggung tangan istrinya. "Bun..." panggilnya membuat Bunda berkerut. Dia tidak tau niat dan tujuan istrinya. Bahkan dia juga tidak tau bahwa istrinya menyuruh Naresh datang.

Naresh dengan senyumnya duduk di samping Mafaza. Dia melihat orang yang ada di tempat itu satu persatu. Senyumnya sedikit memudar saat dia melihat Afkar yang menatap dirinya tajam. "Ngapain lo?" tanya Afkar yang sudah marah dengan suasana makan malam kali ini.

MAFAZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang