2. THE LORD OF HELL OR JUST ANOTHER CRAZY GUY?

30.7K 2.9K 62
                                    

VENUS'S POV

Aku berjalan keluar penthouse dengan terburu-buru. Masih ada lima pizza lagi yang harus diantar dalam waktu yang bersamaan. Aku cepat-cepat meraih motor pengantar pizza milikku—bukan, tapi yang dipinjamkan oleh bos pemilik toko untuk pegawainnya yang akan menjadi kurir pengantar—dan melesat secepat yang aku bisa.

Bagiku, mengantarkan pizza lebih enak ketimbang harus menjadi pelayan restoran. Apalagi restoran mahal dengan orang-orang yang sangat agresif. Walaupun mendapatkan uang tips yang besar tapi tetap saja, berhubungan dengan orang-orang kaya seperti sebuah musibah. Mereka kadang memperlakukan orang-orang di bawah mereka seenaknya dan aku tidak akan tahan untuk memaki mereka. Jadi paling lama aku hanya bisa bertahan satu hari di sana. Karena mereka pasti akan langsung memecatku.

Setelah selesai mengantarkan pizza lainnya, tentu saja aku harus kembali menuju penthouse milik seseorang yang bernama Lucifer. "Orang tua macam apa yang menamakan anaknya Lucifer?" gumamku. Itu benar-benar aneh, menamakan anak mereka The Devil.

Aku memarkirkan sepeda motor di depan dan segera menuju penthouse. Saat sampai di dalam penthouse, keramaian orang-orang membuatku pusing. Tapi aku harus meminta uangnya dari pria itu, jadi aku berkeliling mencari tuan rumah yang tidak kutemukan di mana-mana.

"Permisi, kau melihat Lucifer?" tanyaku pada sekumpulan orang-orang yang sedang mabuk. Bau alkohol di tubuh mereka benar-benar sangat menyengat. Mereka kemudian menggeleng dan aku meninggalkan mereka.

"Permisi, adakah yang melihat Lucifer?" tanyaku lagi ke seluruh orang. Tapi percuma saja, tidak ada yang mendengarkanku. Orang-orang ini sudah mabuk semua.

Saat aku baru saja akan berbalik, seseorang menabrakku. "Looking for me?" tanya sang tuan rumah, Lucifer, sambil tersenyum.

"Ah, ya. Aku mau meminta uang pizza." Aku mundur beberapa langkah untuk melihat wajah pria itu dengan tidak terlalu dekat.

"Tentu saja, ikut denganku. Uangnya ada di atas." Lucifer berbalik melirik tangga di belakangnya.
Aku menoleh ke arah tangga. "Oke, aku akan tunggu di sini," kataku.

"Tidak, kau harus ikut ke atas. Aku akan memberikannya di sana." Lucifer berusaha meyakinkanku untuk ikut dengannya.

Lucifer tidak mengatakan apa-apa setelahnya dan berjalan menuju tangga. Mau tidak mau, aku harus mengikutinya. Penthouse milik Lucifer benar-benar mewah. Di atasnya, adalah kamar Lucifer yang sangat luas. Ada balkon super besar yang menghadap ke luar. Dan ada sebuah harpa, alat musik yang sangat tidak cocok untuk pria semacam Lucifer.

"Kau bisa bermain harpa?" tanyaku penasaran.

"Sedikit, tapi itu hanya untuk hiasan. Aku mempelajarinya di Surga."

Jelas sebuah jawaban yang sungguh aneh, tapi aku menghiraukannya. "Ya, dan sekarang berikan uang pizzanya," pintaku.

Lucifer kemudian mengambil sebuah dompet yang ada di atas meja dan mengeluarkan uang 100 dollar. Kemudian dia memberikannya padaku.

"Kembalinya—"

"Tidak perlu, simpan saja untukmu," potong Lucifer. "Aku hanya ingin menanyakan satu hal padamu."

Aku menatap Lucifer bingung. "Ya," ujarku singkat.

"Do you wanna have a sex with me?" tanya Lucifer.

Pertanyaan itu benar-benar tidak terduga. Aku terdiam sesaat sambil menatap mata Lucifer. "No," jawabku. "Dan terima kasih untuk kembaliannya." Aku baru melangkah satu kaki saat Lucifer menarik lenganku.

"Aku tidak pernah mendapatkan jawaban tidak. Bagaimana bisa? Siapa kau?" tanyanya bingung.

"Aku hanya seorang gadis pengantar pizza," jawabku ragu.

Lucifer The LightbringerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang