"Jadi, si Starva ini, di mana kita bisa menemukannya?" Kutanyakan itu dengan tidak sabar pada Ares.
Ares yang diam saja, melirik ke arah Sera, seolah hanya dia yang tahu jawabannya. Kualihkan mataku pada Sera, menunggu jawaban keluar dari mulutnya.
Sera yang balik melirik Ares terlihat bosan pada jawaban yang akan dia lontarkan. "Elysium," jawabnya.
Aku masih tidak tahu-menahu mengenai dunia per-Demigod-an. Ya, aku tahu dasar-dasarnyanya saja, misalnya, seperti Olympus rumah para Dewa-Dewi Yunani, Phanteion rumah para Dewa-Dewi Romawi, serta Asgard rumah bagi para Dewa-Dewi Nordik, dan rumah-rumah lainnya dari Dewa-Dewi lainnya. Walaupun, kebanyakan orang beranggapan bahwa Dewa-Dewi Yunani dan Romawi sama, hanya berbeda nama, namun mereka benar-benar berbeda.
Ada juga Dewa-Dewi yang memiliki nama sama, namun mereka jelas berbeda dengan kekuatan yang berbeda. Romawi ataupun Yunani, jika mereka mengancam, menyakiti, atau membunuh yang tidak bersalah, aku tidak akan segan memburu mereka, begitupun dengan Nordik dan para Dewa-Dewi lainnya.
"Elysium?" tanyaku. "Seperti surganya bagi para Dewa-Dewi Yunani dan Demigod?"
"Lebih seperti cage of Demigod," ketus Sera tidak senang.
Kualihkan pandandanganku pada Xander yang hanya menggeleng. "Kenapa begitu?" tanyaku lagi, masih penasaran.
"Elysium merupakan tempat para Demigod ditempatkan oleh Zeus. Tidak ada yang bisa masuk dan keluar kecuali kehendak Zeus sendiri dengan kekuatannya sama seperti dia mengurung kami di Olympus." Ares yang sekarang duduk terlihat bosan saat menjelaskannya padaku, seolah dia sudah mengatakan itu puluhan kali.
"Bagus sekali, kalau begitu kita perlu membujuk Zeus untuk membukakan pintu Elysium," keluhku dan tentu saja, Zeus tidak akan mau menolongku, terlebih lagi jika menyangkut-paut Lucifer.
Ares yang masih duduk dengan bosan tertawa seketika, seolah hal lucu baru saja kulewatkan.
"Kau tidak lihat si anak Zeus yang berada di sampingmu itu?" Pertanyaan Ares terdengar seperti pernyataan.
Kulirik Sera yang tepat berada di sampingku, menuntut penjelasan. "Bukan hanya Zeus yang bisa membuka gerbangnya, aku bisa membukanya," gumam Sera.
"Jadi kau punya kekuatan seperti Zeus?" tanyaku penasaran sekaligus antusias.
"Kurang lebih begitu," jawabnya.
"Kau pikir bagaimana aku bisa keluar dari Olympus? Sera yang membukakan gerbang Olympus itu," katanya sambil mengambil segelas minuman di meja dan meneguknya.
Aku memperhatikan Ares selagi dia minum sedangkan matanya tiba-tiba menangkapku, kemudian dia menyeringai.
Holy Molly! Aku bersumpah jika dia menyeringai lagi seperti itu, lututku akan lemas seketika. Dia benar-benar memiliki pesona Dewa yang begitu menawan, walaupun ya dia juga menyebalkan. Ditambah, rambut pirang keemasannya yang menyala di antara remang-remang cahaya tempat ini.
Xander yang menyadarkanku dari hipnotis si Ares dengan menepuk pundakku, kemudian berbisik. "Jangan terpengaruh olehnya."
Kukerutkan keningku hampir tidak mengerti. Maksudku, mengapa Xander tahu aku sedang terhipnotis oleh Ares yang jika boleh kukatakan jujur, ketampanannya. "Well, Olympus, then!" kubuang jauh-jauh pikiran mengenai hal itu, takut kalau-kalau Xander bisa membaca pikiranku.
Memimpin jalan, Xander diikuti Sera dan diriku yang mengekornya saat mata para vampir mengarah padaku. Taring-taring mereka mulai bermunculan, membuatku meraba pistol yang kuselipkan dibelakang jaket untuk bersiaga.
Salah satu vampir seolah memberi isyarat pada vampir lainnya dengan bertukar pandang. Sampai seseorang tiba-tiba merangkul pinggangku, membuatku sedikit melompat akibat sentuhan tangannya yang tidak biasa yang kemudian menarikku cepat-cepat kepelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucifer The Lightbringer
FantasySpin-off Seraphim and the Nephalem "I'm Lucifer, The Lord of Hell." "I know." Venus Morningstar tidak mengira akan bertemu dengan pria bernama Lucifer. Bahkan pria itu tidak memiliki nama belakang. Venus mengira, dia adalah pria setengah gila yang p...