Refleks tanganku memaksa untuk menampar wajah Lucifer saat medapati dirinya di depanku. Tentu, rasa sakit itu tidak akan terasa olehnya karena dia memang tidak merasakan rasa sakit seperti manusia. Namun tetap kulakukan, hingga dua kali.
Kupeluk dirinya setelah itu, sedangkan Lucifer terpaku seolah tidak percaya bahwa ini adalah diriku. "Kenapa kau lari dariku?" tanyaku, masih memeluknya.
"Ini hanya mimpi, aku sedang bermimpi. Ini tidak nyata, ini adalah neraka, dia memberikan ketakutan terbesarmu untuk melemahkanmu," gumamnya, tidak mempercayai bahwa aku nyata.
Kulepaskan pelukannya, kemudian menelusur pundak hingga berhenti di antara pelipisnya. "Ini nyata, ini diriku, Venus," kataku.
"Tidak, kau tidak nyata."
Hanya ada satu cara untuk meyakinkannya bahwa ini adalah nyata. Kucium bibirnya yang persis sama seperti akhir kali kuingat. Seperti bara yang memanas, namun menghangatkan seperti matahari. Kami menikmati momen itu untuk beberapa saat, sampai akhirnya Lucifer menyadari bahwa aku nyata.
"Ini benar-benar kau," gumamnya dengan napas yang sedikit memburu setelah ciuman itu.
Aku mengangguk sambil tersenyum, hampir ingin menangis, namun kutahan agar tidak membuatnya khawatir. "Jangan pernah lari dariku lagi," kataku.
"Aku tidak berlari darimu, aku menghindarimu," balasnya.
Aku hampir tertawa mendengarnya. "Itu sama saja."
Lucifer terdiam untuk waktu yang cukup lama, membuatku ikut terhanyut dalam suasana hening yang membisukan. Dia kemudian menjauh, memberikan jarak antara kami untuk saling bertatapan.
"Menjauh dari seseorang yang kau pedulikan tidak akan membantu menyelesaikan masalahmu, itu hanya akan mempersulit dirimu," ujarku.
Lucifer masih tidak berkata apa-apa, sambil menatap mataku tanpa lepas darinya. "Maafkan aku," gumamnya sambil menunduk.
Kudekatkan diriku lagi padanya, meraih tangannya, dan menunduk untuk menangkap matanya yang teralihkan. "Aku bisa membantu masalahmu dan kau bisa membantu masalahku, kita saling menjaga satu-sama lain."
Kali ini, Lucifer menengadah untuk mendapati diriku yang tengah menyemangatinya pada apa yang terjadi padanya. "Terima kasih karena sudah memercayaiku," katanya dengan sebuah senyuman kecil menghiasi bibirnya.
Kelegaan menyelimuti diriku, seolah semua beban telah lepas begitu saja. Bukan hanya bertemu Lucifer, melainkan kelegaan bahwa dia percaya aku akan selalu berada dipihaknya apapun yang terjadi. Aku tahu bagaimana selama ini perasaan Lucifer yang di buang ke Neraka, disalahkan atas apa yang diperintahkan untuknya. Semua orang beranggapan dia jahat, mungkin memang sebagian sifatnya seperti itu, namun sekecil apapun kebaikan, itu harus tetap dihitung.
Kami yang terbius oleh rasa rindu yang begitu mendalam, tidak menyadari seseorang tengah berdiri di depan kami dengan tatapan yang sungguh kebingungan.
Xander mengerutkan keningnya dengan mata yang menyipit ke arahku. Untuk pertama kalinya, aku melihat dia berekspresi. Suatu hal langka yang hampir membuatku bertanya-tanya bagaimana Sera bertahan dengan pria sepertinya.
"Xander!" Pekikku saat menyadari dirinya berdiri mengamati.
"Kau sedang berbicara dengan siapa?" tanyanya penuh penasaran, seolah dia tidak melihat Lucifer di sampingku.
"Lucifer," jawabku sambil tersimpul senyum, beranggapan Xander hanya bercanda. Namun, ekspresinya semakin kebingungan saat aku mengatakan hal itu.
"Di mana?" tanyanya.
Aku yang malah ikut kebingungan mulai meragukan kalau Lucifer masih ada di sini, namun saat kulirik dirinya yang tengah kebingungan juga membuatku yakin bahwa Xander mungkin hanya main-main saja. Mengingat mereka sering bertengkar karena hal sepele.
"Jangan main-main denganku, Nephalem!" Hardik Lucifer.
Tidak acuh, Xander justru menelusur sekeliling seolah mencari Lucifer di penjuru ruangan. "Di mana?" tanyanya lagi.
"Di sini, di sampingku," jawabku.
"Apapun yang sedang kau mainkan, aku tidak terta—" kalimat Lucifer terputus oleh Xander.
"Aku tidak melihat siapa pun di sampingmu."
Lucifer yang terpancing emosi, segera bangkit untuk menerjang Xander yang justru sesuatu hal tidak terduga membuat diriku dan Lucifer terkejut. Lucifer yang baru saja menerjang Xander, malah mendapati dirinya menembus seperti seorang hantu.
Aku bangkit dari ranjang karena terkejut. "Lucifer, apa yang terjadi?" Kataku cemas, yang hampir saja berpikir bahwa Lucifer benar-benar menjadi seorang hantu. Tapi apakah archangel sepertinya bisa menjadi hantu?
"Lucifer benar-benar ada di sini?" tanyanya yang kesekian kali.
"Ya, dan dia baru saja menembus dirimu seperti seorang hantu." Diriku yang masih cemas kalau-kalau sesuatu hal buruk telah menimpa Lucifer hingga dia tidak sadar apa yang telah terjadi pada dirinya.
Namun seketika, ekspresi Xander yang langka itu berubah menjadi raut wajah biasanya yang tanpa ekspresi. Sedangkan Lucifer tengah kebingungan sambil memeriksa seluruh tubuhnya dari atas hingga ke bawah.
"Apa yang terjadi?" suara gamang terdengar dari intonasiku.
"Hanya kau yang bisa melihat Lucifer, itu juga terjadi pada Sera yang bisa melihat diriku dengan glamour yang bahkan makhluk supernatural lainnya tidak bisa melihatku."
"Tapi dia menembus seperti hantu!" tuturku lagi.
"Aku tidak tahu mengenai hal itu, yang jelas, seorang archangel tidak mungkin menjadi hantu." Perkataan Xander memang ada benarnya, namun tetap tidak meredakan kecemasanku.
"Ini karena cincin itu!" Ujar Lucifer secara tiba-tiba yang seolah menemukan jawaban atas kebingungan kami. "Aku masih berada di Neraka, namun cincin itu membawaku ke sini. Yang berarti, ini seperti sebuah refleksi imaji diriku.
"Kau berada di Neraka?" Justru itu yang menjadi pertanyaanku.
"Lucifer ada di Neraka?" Xander ikut-ikutan.
Seolah telah membocorkan rahasianya sendiri, Lucifer menatapku ragu-ragu. "Hmm... soal itu, ceritanya panjang," ujarnya.
"Kau mencari hades dan malah terjebak di Neraka? Yup, aku sudah menduga itu."
"Bagaimana kau tahu? Oh, dan bagaimana kau bisa menemukanku di Elysium?" Sederet pertanyaan diluncurkannya.
"Aku seorang hunter, berburu makhluk supernatural adalah makanan sehari-hari," kataku berbangga diri dengan hasil pencarian yang hampir tidak sia-sia.
Kami yang hampir melupakan Xander karena dirinya yang hanya diam seolah menikmati percakapan diriku dengan Lucifer, walaupun dia tidak bisa melihat maupun mendengar lawan bicaraku.
"Oh, aku hampir lupa, apa yang kau lakukan di sini, Xander?" tanyaku yang menoleh padanya.
Lucifer yang berdiri tepat di belakang Xander mulai melipat kedua lengannya di dada. "Ya, apa yang kau lakukan di sini Nephalem?" Intonasinya terdengar sangat curiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucifer The Lightbringer
FantasySpin-off Seraphim and the Nephalem "I'm Lucifer, The Lord of Hell." "I know." Venus Morningstar tidak mengira akan bertemu dengan pria bernama Lucifer. Bahkan pria itu tidak memiliki nama belakang. Venus mengira, dia adalah pria setengah gila yang p...