10. BABY ON BOARD

19.2K 1.9K 32
                                    

"Hai," sapa Queen sambil membawa sekotak pizza. Matanya tertuju padaku, kemudian melirik ke belakangku.

Aku menoleh ke belakang dan melihat Max dan Sebastian yang berdiri dengan sangat anehnya di belakangku. "Hai, Queen. Max, Sebastian, ini Queen temanku," kataku memperkenalkan mereka. "Kau mau masuk?"

"Yeah, thanks." Queen masuk ke dalam rumah bersamaan dengan Max dan Sebastian yang terus-terusan tidak melepaskan pandangan mereka dari Queen.

Aku menarik kedua pria itu ke dapur, sedangkan Queen kupersilahkan duduk di ruang televisi. "Apa yang kalian lakukan?" tanyaku berbisik sambil melipat kedua lengan di dada.

Max dan Sebastian seolah tidak mengerti, mereka menggeleng.

Aku memutar bola mata. "Kalian menatap Queen seolah dia penjahat."

"Bagaimana jika itu bukan temanmu? Bagaimana jika itu shapeshifter?" Suara Sebastian benar-benar terdengar khawatir.

"Ya, ampun. Kalian kira aku ini anak kecil? Aku berburu vampir beberapa hari yang lalu dan sekarang kalian mengkhawatirkan seseorang yang sudah jelas adalah temanku." Aku memelototkan mata tidak percaya pada mereka berdua.

"Bagaimana kau bisa yakin dia temanmu?" tanya Max.

"Yang benar saja." Aku memutar bola mata lagi. "Dia membawa pizza dari tempat kerjanya dan kami bekerja di tempat yang sama."

Max dan Sebastian terdiam. "Fair enough," kata Max yang sekarang justru terdengar mempercayaiku.

Sebastian melirik Max sambil menggeleng. "Kita harus memeriksanya," katanya.

"What? Tidak! Aku tidak akan biarkan kalian melakukan apapun pada temanku. Dia satu-satunya teman perempuan yang aku punya dan aku tidak ingin kehilangannya karena menganggap aku sangat aneh." Aku meninggalkan Max dan Sebastian di dapur.

Aku benar-benar tidak habis pikir dengan mereka berdua. Saat kecil, temanku hanyalah mereka berdua. Max dan Sebastian sudah seperti kakakku. Bagiku, Max lebih mudah di bujuk karena umurku dan Max hanya berbeda dua tahun. Dia lebih mengerti tentang hal-hal yang menyangkut teman dan sebagainya. Sedangkan Sebastian, dia salah satu yang sangat protektif padaku. Kadang aku membencinya karena hal itu.

"Maaf membuatmu menunggu, Queen," kataku. "Jadi, ada apa?" tanyaku.

"Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Sudah tiga hari kau tidak datang kerja dan aku tahu kau sedang tidak ada pekerjaan lain. Jadi, aku putuskan untuk menemuimu." Queen terlihat sedikit canggung.

Aku duduk di samping Queen, kemudian melirik pizza yang dia bawakan. "Terima kasih untuk pizzanya." Aku tersenyum padanya.

"It's nothing." Queen balik tersenyum. "Dan karena aku rasa kau baik-baik saja, sebaiknya aku pergi."

"No, it's okay. Kau bisa tinggal sebentar dan makan pizza bersama." Aku meyakinkan Queen untuk tidak pergi dulu.

Queen menggeleng lembut. "Mungkin lain kali. Aku harus ke toko pizza lagi."

Aku kemudian mengantar Queen keluar rumah. Dan menutup kembali pintu setelah Queen tidak terlihat lagi, sambil menghela napas panjang.
"Great!" teriakku ke seluruh ruangan. "Sekarang dia akan berpikir aku aneh."

"It's Sebastian. Not me." Max keluar dari dapur dan langsung menyambar box pizza di meja.

Sebastian menyusul di belakangnya sambil bertolak pinggang. "Dia bisa saja berbahaya," ujarnya.

Sekarang aku menatapnya tidak percaya. "Dia satu-satunya teman perempuanku. Satu-satunya." Aku menekankan kata-kataku. "Dan sekarang kau membuatnya pergi dan menjauhiku. Yang aku inginkan hanya seoarang teman perempuan yang bisa saling mendengarkan."

Lucifer The LightbringerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang