LUCIFER'S POV
Jantungku terus berdebar keras. Setiap kali melihat Venus, yang kuinginkan adalah melukainya. Merasakan setiap darah yang keluar dari dagingnya, merasakan jeritan memohonnya padaku. Namun, kubuang jauh-jauh pikiran itu.
Aku mencoba cara lain untuk menghalangiku melakukannya. Kubunuh seseorang agar itu membaik. Setidaknya pria yang kubunuh bukan lah orang baik. Dia seorang penjahat yang sudah membunuh puluhan orang, dan dia layak berada di Neraka.
Sayangnya, hal itu bukan membuat perasaan ingin membunuh Venus membaik, justru kebalikannya. Hingga akhirnya, aku menemuinya. Dia seharusnya menjauh dariku, namum Venus justru membersihkan darah dari tubuhku. Aku bahkan tidak merasakan sedikit pun rasa takut darinya.
"Kau tidak boleh melukai Venus! Kau seharusnya menjaganya, bukan melukainya!" Perkataan itu terus kuulangi.
Nasi sudah menjadi bubur. Aku melukainya, aku hampir membunuhnya. Jika bukan karena Nephalem itu aku mungkin sudah mengirim Venus ke kematian.
Anehnya, setelah aku melakukan hal itu, Venus tidak membenciku sama sekali. Dia begitu tenang menghadapi keadaan. Seolah ini bukan lah masalah. Dia hampir mati dan dia tidak peduli apa yang akan terjadi padanya.
Aku tidak berani menemuinya setelah itu, namun aku merindukannya. "Damn! I miss her so much!" Jadi kuputuskan untuk menemuinya, namun tidak menampakkan diriku padanya.
Saat itu, aku memandanginya tertidur di kamar. Wajahnya begitu menyejukkanku. Kusentuh wajahnya perlahan, begitu besar rasanya kuingin mengecup bibirnya. Merasakan setiap sensasi yang belum pernah aku rasakan sebelumnya saat bersama seorang gadis. Venus, sungguh istimewa, Tuhan memang menciptakannya istimewa, dan kenapa kau memasangkannya padaku?
Aku tidak layak mendapatkan Venus, dia terlalu sempurna untuk seorang manusia. Aku tidak bisa menyakitinya, aku harus menjauh darinya, sejauh mungkin darinya.
Sudah menjadi kebiasaanku untuk berpindah-pindah tempat. Sebelum bertemu Venus, aku telah melakukan itu dan rasanya baik-baik saja. Namun sekarang, entah mengapa perasaan itu menjadi aneh, seolah tempat ini adalah rumah.
"Kau tahu, tidak sopan memandangi seorang gadis saat tidur secara diam-diam seperti itu." Si Nephalem bersandar pada kusen pintu sambil melipat lengannya di dada.
Aku terkekeh, seolah dia tidak pernah melakukannya saja. "Ya, katakan itu pada dirimu sendiri."
"Dia mencintaimu, Lucifer," katanya mengingatkanku.
"Aku tahu, karena itu aku harus pergi darinya."
Sekarang Si Nephalem yang terkekeh. "Kau tahu, kau benar-benar seperti diriku, dulu sekali, sebelum bertemu Seraphim."
Si Nephalem itu mengatakannya seolah-olah dia bertemu dengannya jauh sebelum alam semesta di buat, terlalu berlebihan.
"Aku serius, dulu yang aku tahu hanya balas dendam, menemukan seseorang untuk mencintaiku untuk kubunuh. Aku tidak berencana mencintainya, namun hatiku berkata lain." Si Nephalem itu mengamatiku dengan tatapannya yang dalam, seolah dia kasihan padaku.
Kupandangi kembali Venus, mengelus wajahnya lembut dan berbalik pada Xander. "Untuk saat ini, yang terbaik untuk dirinya adalah ketidakhadirannya diriku. Dia akan baik-baik saja tanpaku."
"Kau tidak tahu apa yang baik untuknya, Venus berhak memilih untuk apa yang menurutnya baik."
Aku baru saja akan pergi saat Xander memegangi pundakku. "Jangan ikuti aku atau memberitahu keberadaanku," pintaku.
"Aku tidak akan mengatakan apapun mengenai keberadaanmu, namun Venus adalah seorang hunter, kau tahu itu," dia seolah memperingatiku.
Pergi, kutinggalkan Xander dan menuju apartemenku. Kupandangi sekeliling, meja, kursi, kolam renang, kamarku dengan sebuah harpa bodoh yang tidak bisa kumainkan. Mengingatkanku akan kenangan pertama kali bersama Venus. Yang membuat ikatan takdirku bersamanya dimulai pada saat itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucifer The Lightbringer
FantasySpin-off Seraphim and the Nephalem "I'm Lucifer, The Lord of Hell." "I know." Venus Morningstar tidak mengira akan bertemu dengan pria bernama Lucifer. Bahkan pria itu tidak memiliki nama belakang. Venus mengira, dia adalah pria setengah gila yang p...