VENUS'S POV
Aku kesal pada Lucifer karena tidak mau mengakui bahwa dia berusaha menciumku. Karena itu aku pergi dan menitipkan Jazmyne pada Lucifer agar dia mengurusnya selagi aku pergi.
Sebenarnya, aku mengkhawatirkan Jazmyne. Tapi aku butuh sendirian dan tidak memikirkan apapun selain diriku.
Aku tidak punya tempat lain selain Monstral Bar. Aku tahu itu memang tempat para makhluk supernatural berkumpul. Tapi aku sudah kenal dengan penjaga pintunya, Emmett. Sebelum aku mengenal Luther tentu saja aku sudah tahu tempat itu dan Luther bahkan tidak percaya padaku karena aku bisa masuk ke tempat ini tanpa di usir.
Ini masih cukup pagi untuk berada di sebuah bar. Tapi aku tidak punya tempat lain selain di Monstral. Jadi aku akan masuk ke tempat itu walaupun hanya akan ada diriku saja dan si bartender.
Emmett tidak berjaga saat pagi, karena dia vampir dan matahari bukanlah sahabatnya. Tapi aku masih bisa masuk karena tidak akan ada yang berjaga.
Saat aku membuka pintu, Tyra sedang membersihkan gelas-gelasnya. Dia melirik ke arahku saat aku menghampirinya. "Can I help you?" tanyanya.
Aku tersenyum. "Tidak, aku hanya butuh tempat untuk menyendiri," jawabku.
Tyra adalah seorang peri. Yang aku tahu, seorang peri pasti memiliki sayap di punggungnya. Tapi manusia tidak bisa melihatnya jika peri itu tidak menginginkannya. Dia punya rambut pirang yang menghiasi kepalanya hingga ke punggung. Warna kulitnya yang cokelat seharusnya membuat rambut pirang itu tidak cocok untuknya. Tapi jelas terlihat sangat cocok untuk Tyra.
"Mau minum?" tawar Tyra.
Aku menggeleng. "Aku tidak minum-minuman beralkohol." Aku berusaha menolaknya dengan berkata jujur agar dia tidak tersinggung.
Tyra kemudian tersenyum padaku. "Jadi, ada yang ingin kau ceritakan padaku?" tanyanya. "Aku bukan ahli sikologis, tapi sebagai seorang perempuan aku bisa mendengarkan ceritamu, jika itu bisa membuatmu lebih baik."
Aku melirik Tyra. Menimbang-nimbang untuk menceritakannya pada bartender itu. "Apa kau pernah bertemu seseorang yang dilahirkan untuk menjadi orang jahat?" tanyaku kemudian.
Tyra meletakkan gelas yang baru saja dibersihkannya. "Tidak. Karena semua orang dilahirkan untuk menjadi orang yang baik. Dan orang itulah yang membuat pilihan untuk semakin mengikis sifat baiknya."
"Apa kau percaya pada surga dan neraka?" tanyaku.
"Ya, tentu saja. Aku seorang peri. Itu hal yang paling manusia tidak percaya bahwa makhluk seperti kami tidak ada. Apa bedanya dengan surga dan neraka? Kami sama-sama seperti sebuah dongeng."
Aku mengangguk-angguk. "Well, berarti kau percaya angels dan demon juga." Aku menambahkan perkataan Tyra. "Berarti kau percaya bahwa Lucifer itu benar-benar ada."
"Tunggu," Tyra memotongku. "Apa maksudmu orang yang dilahirkan untuk menjadi orang jahat itu maksudmu Lucifer?" tanyanya.
Aku mengangguk.
"Jika kau pikir seperti itu, maka itulah yang kau percayai."
Sekarang aku diam dan merenungi kata-kata Tyra. Bunyi telepon genggamnya membuat dia harus menjawabnya. Setelah berbicara dengan lawan teleponnya cukup lama, dia berpamitan padaku untuk pergi sebentar dan memintaku untuk menjaga bar selagi dia pergi.
"Temanku akan datang sebentar lagi, kau bisa pergi jika dia datang," katanya.
Aku mengiyakannya. Lagipula, aku memang akan di sini cukup lama. Setelah Tyra pergi, aku pindah ke tempat duduk lain yang terdapat meja dan kursinya yang bisa aku gunakan untuk berbaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucifer The Lightbringer
FantasySpin-off Seraphim and the Nephalem "I'm Lucifer, The Lord of Hell." "I know." Venus Morningstar tidak mengira akan bertemu dengan pria bernama Lucifer. Bahkan pria itu tidak memiliki nama belakang. Venus mengira, dia adalah pria setengah gila yang p...