17. CHEESE WAFFLE AND EVERYTHING WILL BE FINE

15.9K 1.8K 13
                                    

VENUS'S POV

Kami kembali berada di ruang tamu di dalam rumahku. Sebastian tidak ada di sana, Jo juga tidak. Xander duduk di sofa sedikit kesakitan akibat bertarung dengan Lucifer. Aku tidak menyalahkan Lucifer karena hal itu. Jika tidak ada dia, mungkin aku tidak bisa kembali dengan selamat.

"Sebastian! Jo!" panggilku.

Mereka muncul dari lantai atas. Jo menggendong Jazmyne, sedangkan Sebastian memegang senjata laras panjang di tangannya.

Jo melirik Xander yang terluka. "Apa yang terjadi?" tanyanya khawatir.

"Dia melawan seseorang di neraka," jawabku, sebelum Xander yang menjawabnya. Aku tidak ingin dia mengungkit mengenai Lucifer.

"Aku akan mengambil kotak obat." Sebastian mengajukan diri untuk mengobati Xander secara tidak langusung.

Jo sudah berada di depanku saat dia menanyai lagi apa yang terjadi pada Xander.

"Jo, apakah Jazmyne sudah meminum susunya?" tanyaku, berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Aku rasa belum. Susu terakhirnya saat kau pergi bersama Xander. Dan itu berarti sekitar lima jam yang lalu."

"Kalau begitu, bisakah kau membuatkannya? Dan aku akan menggendong Jazmyne," pintaku.

Jo tidak mencurigainya. Tentu saja karena Jazmyne memang butuh susunya. Kami berangkat saat matahari belum tenggelam dan sekarang, matahari sudah berada di langit bagian dunia yang lain.

Saat Jo beranjak menuju dapur, aku menoleh ke arah Xander. "Jangan katakan apapaun mengenai Lucifer," bisikku.

Ekspresi Xander tidak menunjukkan bahwa dia akan mengatakan iya. "Kumohon," pintaku.

"Baiklah. Lagipula aku juga tidak mau mengatakan bahwa aku baru saja dikalahkan oleh—"
"Oleh siapa?" Jo telah kembali dengan botol susu di tangannya dan memberikannya padaku.

"Oleh..." Xander tidak bisa memikirkan satu makhluk pun.

"Oleh sekumpulan demon yang mengamuk," ujarku menyelesaikan kalimat Xander.

"Ya, demon-demon itu iri padaku. Karena itu mereka menyerangku, tapi aku berhasil menghabisi mereka." Sekarang, dia justru menyombongkan diri.

Setelah pembicaraan yang cukup lama, aku lupa mengenai seseorang. "Max!" Aku menyerahkan Jazmyne pada Jo dan berlari menuju ruang bawah tanah untuk melihat Max. Mata Max terlihat lega saat melihatku datang, sedangkan mulutnya terus mengoceh. Namun, aku tidak bisa mendengarnya karena tertutup plester. Kemudian, aku membuka plester mulutnya.

"Akhirnya. Cepat buka ikatanku," pinta Max.

"Apa kau benar-benar Max? Apa kau tidak menjadi vampir lagi?" Aku harus meyakinkannya terlebih dahulu.

"Ini aku, Venus. Lihat, tidak ada taring." Max menunjukkan giginya yang tidak seperti terakhir kali aku melihat taring menghiasinya.

Setelah yakin, aku membuka ikatan rantai Max. Kemudian memeluknya erat-erat. Aku tidak bisa membayangkan jika Max benar-benar menjadi vampir. Tapi lebih baik daripada dia harus mati dan kami tidak akan pernah melihatnya lagi. Aku tidak akan sanggup melihat mayat Max untuk terkahir kalinya, jika itu terjadi. Dan mungkin, aku akan mengurung diri selama seminggu hanya untuk menangisinya.

"Aku lapar dan ingin waffle keju buatan ibumu," gumam Max saat aku tidak melepaskan pelukannya.

Aku tertawa dan lega karena semuanya telah kembali. Max pasti mengingat kejadian saat di Purgatory. "Aku bisa membuatkan omlet keju, tapi tidak seenak waffle keju buatan ibuku."

Lucifer The LightbringerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang