7. DON'T MESS WITH FATE

22.4K 2.3K 71
                                    

"Hey, Dad!" Aku mengecup pipi Ayahku dan duduk di sebelahnya.

Meja makan sudah penuh dengan sarapan, tapi Mom masih sibuk saja membuat sarapan pagi untuk kami. Padahal yang tinggal di rumah ini hanya tiga orang, tapi meja makannya penuh untuk lima orang.

"Kau ada kegiatan malam ini?" tanya Dad padaku.

Aku berusaha berpikir. Padahal aku tahu, Dad akan mengajakku untuk pergi makan makan malam keluarga. "Aku rasa iya. Dad, aku sudah bosan makan malam keluarga. Duduk di depan meja, makan bersama, apa sarapan pagi bersama tidak cukup?"

"Ayolah, hari ini malam spesial untukku dan ibumu." Dad menyesap kopinya.

"Nah, itu yang aku maksudkan. Berapa banyak waktu yang kau luangkan untuk istrimu?" tanyaku.

"Venus," Mom memperingatkanku.

"Mom," balasku. Aku beralih pada Dad lagi. "Kau dan Mom butuh waktu berduaan. Makan malam romantis, dengan lilin di atas meja." Aku berusaha membayangkan hal itu.

Dad tersenyum. "Baiklah, tapi berjanji kita akan makan malam bersama setelahnya."

Aku bangkit dari tempat dudukku. Mengambil bekal roti lapis untuk makan siang dan mengecup pipi Dad. "Aku tidak janji," ujarku, kemudian mengecup pipi Mom juga. "Aku berangkat."

Aku mengendarai mobilku menuju kampus. Saat sampai di kelas, Kelley sudah lebih dulu berada di sana dan menyisakan tempat untukku di sebelahnya.

"Kau sudah mengerjakan tugasnya?" tanya Kelley.

"Ya," jawabku sambil membuka tas dan mencari tugas yang sudah aku kerjakan. "Sial, aku lupa membawanya," kataku panik saat tidak menemukan tugasku.

Kelley tertawa. "Ya ampun, Ven. Kau bisa mati."

Aku terdiam di tempatku, kemudian melirik Kelley yang sedang menertawaiku. "Kenapa kau tertawa?" tanyaku kesal. Kemudian mencari telepon genggamku di saku celana.

Aku tidak mendapati ponsel milikku, tapi aku mendapati sebuah cincin dengan ukiran aneh dari saku celanaku. Aku memindainya, tidak pernah ingat membeli sesuatu seperti itu.

"Bagus juga," gumamku dan menggunakannya di jari manisku.

Tiba-tiba, ruanganku berputar-putar. Aku terbawa ke sebuah memori yang tidak pernah aku kenal sebelumnya. Tapi memori itu adalah memori mengenai diriku. Memori-memori itu terus bermunculan sampai pada akhirnya aku terjatuh di lubang gelap dan vampir menggigitku.

Aku meneteskan air mata. Bukan karena aku takut akan kematian, melainkan karena kenyataan yang sebenarnya. Kenyataan bahwa ibuku telah tiada, sedangkan ayahku baru pagi ini mengunjungiku karena memberika cincin yang sekarang aku kenakan.

Kelley melihatku yang terpaku. "Venus? Kau baik-baik saja?" tanyanya khawatir.

Aku bangkit dari tempat dudukku dan berlari keluar ruangan. Menuju toilet terdekat. Aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Aku juga mengingat saat aku bersama Detektif Elswood berpacaran dan bertemu Lucifer, setelah itu aku kembali terbangun di pagi hari. Dengan memori baru, kehidupan baru, yang semua itu hanyalah bualan belaka.

"Lucifer, aku harus mencarinya. Pasti dia melalukan sesuatu padaku."

Aku mengendarai mobil menuju apartemen Lucifer. Saat lift terbuka. Aku tidak melihat sama sekali barang-barang di dalam apartemen. Seolah, apartemen ini sudah tidak ada penghuninya. Tapi itu memang benar, debu di sekeliling ruangan yang memberi tahuku.

Aku kemudian melirik anak tangga dan naik ke atas. Tidak ada Lucifer, atau bahkan harpa yang aku lihat waktu itu. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini sebuah permainan? Tapi tentu saja ini tidak lucu. Seolah dia memberikan kehidupan yang aku inginkan. Berpacaran dengan Detektif Elswood, dan sekarang menginginkan keluarga utuhku, bersama ibu dan ayahku.

Lucifer The LightbringerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang