45. MAKE YOU IS YOU

6.8K 832 18
                                    

"Ayolah, Venus! Setelah apa yang aku ketahui, aku tidak bisa diam saja." Queen memaksa.

Aku menghembuskan napas panjang. Menyerah pada Queen yang terus mengikutiku sedangkan aku terburu-buru. "Baiklah, tapi berjanji lah padaku kau harus pergi meninggalkanku jika sesuatu hal buruk terjadi. Aku tidak ingin kau terlibat lagi."

Queen mengangguk setuju. Lagipula, ini bukan kasus yang berbahaya, bukan? Kemalasan dan Iri hati, apa yang buruk? Itu pun jika mereka benar berada di sana.

Koridor ramai dengan orang-orang. Langkah mereka menuju lapangan basket di dalam ruangan. Kulihat di papan pengumuman, akan ada dua pertandingan malam ini. Pertandingan basket yang bertempat di lapangan dalam dan football yang akan berada di lapangan luar.

Kerumunan orang mendorongku dan Queen masuk ke dalam lapangan basket. Mau tidak mau kami ikut mencari tempat duduk.

"Apa kau melihat hal yang mencurigakan?" tanya Queen, berbisik.

Aku menggeleng. Kuedarkan mataku ke sekitar, mencari-cari apapun yang aneh. Dan kulihat seseorang menoleh ke kanan dan kiri, seolah mencari-cari sesuatu. Kemudian dia berdiri dari tempat duduknya dan pergi keluar ruangan.

"Queen, kau tunggu di sini. Jika aku tidak kembali dalam 15 menit, pergi lah dari sini secepatnya." Kuikuti pria yang terlihat mencurigakan itu.

Dia berjalan mengarah ke sebuah ruangan penyimpanan barang-barang yang sudah tidak terpakai. Kulihat pria itu sedang mengutak-atik sebuah peralatan elektronik, sampai aku sadar bahwa itu adalah sebuah kendali bom jarak jauh yang tesambung dengan papan skor di lapangan basket.

Aku berlari secepat yang kubisa. Mencari tombol darurat untuk mengeluarkan semua orang. Suara alarm terdengar di seluruh penjuru sekolah.

Queen menyusulku dan terengah-engah. "Kau baik-baik saja?"

"Kau cepat keluar, pastikan semua orang berada jauh dari sekolah." Kurogoh sakuku untuk memberikan ponselku padanya. "Ini, telepon 911 dan Sebastian untuk membawa kotak Pandora."

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Queen masih saja melontarkan pertanyaan yang membuatku harus membentaknya.

"Ada bom di sini, kau harus keluar sekarang juga!" teriakku padanya.

Queen hanya menatapi sesaat dan dia berlari membawa ponselku.

Aku punya waktu sepuluh menit sebelum tempat ini meledak. Hitungan waktu mundur sudah berjalan tadi, dan aku tidak akan membiarkan makhluk sialan itu kabur begitu saja.

Kukeluarkan pistolku, sambil berjalan menuju tempat tadi aku memergokinya. Saat aku baru saja berbelok di koridor berikutnya, seseorang menyerangku dengan sebuah tongkat bisbol. Pistolku terlempar jauh, cukup jauh untuk bisa kuraih dan untuknya juga.

"Dasar, jalang! Beraninya kau menggagali rencanaku!" Makinya.

"Maaf mengecewakanmu," sindirku.

Pria itu kemudian melayangkan tongkat bisbolnya ke arahku. Aku berhasil mengelak, namun serangan berikutnya tidak bisa kuhindari. Aku terpojok didinding dengan tongkat bisbol yang berada di leherku.

Kutendang pria itu dengan kerasnya, hingga membuatnya terhuyung. Tidak cukup, kulayangkan pukulan diwajahnya. Alhasil, darah menodai bibirnya. Pria itu kemudian meludah.

Aku jadi berpikir. Apakah 7 dosa besar berdarah seperti manusia? Pertanyaan itu muncul diiringi dengan sebuah serangan mendadak yang membuat kepalaku terbentur ke dinding. Suara di telingaku berdengung. Namun penglihatanku masih jelas.

Sebuah serangan membajiriku lagi, kali ini membuatku terjatuh di lantai. Aku berbalik, menendang pria yang sekarang berusaha menarik kakiku. Aku berhasil terbebas darinya. Sambil berusaha untuk bangkit, kulirik pistolku yang tadi terlempar.

Lucifer The LightbringerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang