50. REALITY IS OFTEN DISAPPOINTING

6.3K 691 28
                                    

VENUS'S POV

Tidak ada rencana, apa yang harus kulakukan? Itu terlintas dipikiranku saat ini. Namun, Lucifer akan datang, dia akan menolongku. Tidak perlu rencana, tidak perlu senjata.

Si penjaga yang tadi membawaku membuka kotak lain yang bukan berisi seorang pria. Dia menarik pria itu dan mendorongnya hingga terjatuh di lantai.

"Hey! Keluarkan aku dan jangan berani-beraninya menyentuh pria itu!" makiku.

Si penjaga melirikku dengan kejam. "Kau selanjutnya, jadi diam saja dan nikmati pertunjukkannya sebelum dirimu yang berada di sini."

"Tidak! Aku bersumpah jika kalian menyentuhnya, akan kubunuh kalian semua yang berada di ruangan ini," ancamku lagi.

"Dengan apa? Tangan kecilmu itu? Aku akan senang memakannya," sahut seseorang dan semuanya tertawa.

Si penjaga menoleh pada si pria yang sekarang terlihat ketakutan. "Lari lah, kau bebas," katanya.

Aku tahu itu hanya sebuah bualan belaka. Mereka akan mengejar pria itu dan kemudian beradu untuk mendapatkan siapa yang lebih dulu. "Jangan dengarkan perkataannya! Diam di tempatmu!" kataku pada pria itu.

Pria itu kemudian melirikku, matanya begitu dalam. Seolah dia tidak akan selamat dan pasrah, dia tersenyum lemah padaku kemudian bangkit.

Dalam adegan ini, aku merasa seperti sebuah adegan slow motion dalam film saat pria itu melangkahkan kakinya untuk berlari. Para monster itu sedang bersiap mengejarnya di belakang. Sedangkan diriku, mulai menggedor-gedor dari dalam kaca, berusaha untuk keluar walaupun aku tahu itu akan sia-sia.

Atensiku mulai naik, semakin keras kotak kaca itu kugedor, hingga kurasakan hangat di dadaku, yang ternyata berasal dari cincin bandulku. Perasaan hangat itu mulai menjalar ke seluruh tubuh, seolah dia ikut mengalir bersamaan dengan darahku. Seketika, instingku mengatakan untuk meloncat dari kotak kaca yang secara bersamaan hancur berkeping-keping.

Bagaimana bisa aku memecahkan kotak kaca itu?

Semua mata tertuju padaku. Sedangkan diriku mematung karena tidak tahu apa yang baru saja terjadi. Saat sadar bahwa aku tidak memiliki senjata apapun untuk melawan mereka yang notaben makhluk supernatural berkekuatan super.

Harapanku hanyalah Lucifer saat ini. Jika dia tidak datang, aku pasti mati. Namun, apakah Lucifer akan membiarkanku mati di sini? Tentu itu tidak mungkin, aku memiliki kepercayaan padanya.

"Well, who's first?"

Seorang Ghoul berteriak sambil berlari ke arahku, diikuti yang lainnya di belakang. Hingga seketika seseorang menarikku dan aku berada di tempat lain. Aku tahu Lucifer pasti menyelamatkanku, dia tidak akan membiarkanku di bunuh monster-monster itu.

Saat kuputar tubuhku untuk melihatnya, senyum dibibirku berubah seketika. Yang kudapati adalah Xander tanpa mengenakan kaus. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku sedikit kesal.

"Apa yang aku lakukan? Kau hampir terbunuh di sana. Kau tidak lihat berapa banyak monster tadi?" Xander justru memarahiku.

Aku terdiam sesaat, sedikit terkejut karena belum pernah melihat Xander memarahiku sebelumnya. "Aku tahu, tapi aku menunggu Lucifer bukan kau."

"Yeah, dan dia memintaku untuk menyelamatkanmu," katanya lagi kesal, seolah seseorang telah menggangu tidur nyenyaknya.

Lagi-lagi aku terdiam sesaat. "Lucifer memintamu untuk menolongku? Kenapa tidak dia saja yang menolongku?"

"Mana kutahu," ketusnya.

"Hey, kenapa kau kesal sekali sih! Dan kemana bajumu?"

"Itu cerita lain. Sekarang aku harus kembali." Xander baru saja akan meninggalkanku saat aku menarik lengannya.

Lucifer The LightbringerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang