24. LITTLE MAGIC TRICK FOR A DRUID

13.5K 1.6K 25
                                    

"Bagaimana kau tahu Griffin memiliki bulu perak?" tanya Druid itu terkejut.

Eira menyeringai sambil melipat kedua lengannya di dada. "Hanya ada satu cara bagaimana aku tahu tentang itu dan kau pasti tahu maksudnya."

Druid itu menatap Eira menimbang-nimbang. Kemudian dia bangkit dan menyetujuinya. "Baiklah, ikuti aku," katanya.

Aku menarik lengan Eira sebelum pergi mengikuti druid itu. "No way in the heaven or hell aku berikan kau bulu perak yang Nero berikan padaku," bisikku.

"Tenang saja. Kau pikir aku mau memberikan bulu perak itu pada druid semacamnya? Ikuti saja perkataanku, aku akan mengurus semuanya."

Eira kemudian menyusul pria druid itu sedangkan aku masih berdiri terpaku. Tidak tahu apa yang sedang direncanakan Eira, tapi aku mempercayainya.

Sang druid membawa kami ke sebuah tempat yang melewati beberapa kumpulan orang-orang menyeramkan. Atau aku bisa bilang, makhkuk-makhluk supernatural yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Kemudian kami berhenti pada sebuah pintu baja yang karatan. Druid itu mengucapkan sesuatu dan pintu berubah menjadi sebuah gerbang yang di depannya terbentang hutan lebat.

Eira melirikku. Tapi kemudian, dia berjalan masuk mengikuti si druid. Aku mengekor dibelakangnya. Mataku menjelajahi setiap sudut tempat itu. Hingga kami melihat sebuah pemukiman druid di ujung sana.

Salah seorang druid menyapa temannya yang membawa kami. "Hey,  Tiberius. Siapa yang kau bawa? Boleh juga?" druid itu menatapku dan Eira bergantian.

Aku menghiraukannya, tapi aku rasa Eira tidak suka sikap druid itu, sehingga dia mengeluarkan pedangnya dan mengarahkannya pada si druid. "Aku dhampir. Dan kau tahu apa yang akan terjadi jika macam-macam denganku," ancamnya.

"Santai kawan, aku hanya bercanda," katanya.

"Hiraukan dia. Cepat kemari dan selesaikan urusan kita," druid yang membawa kami—yang dipanggil Tiberius—menyuruh kami masuk ke dalam sebuah rumah.

Aku mengikuti Tiberius, sedangkan Eira memasukkan pedangnya kembali dan mengikuti masuk ke dalam rumah.

Jika boleh aku katakan, Eira hampir sama denganku. Mungkin dia diriku dalam versi dunia ini.

Tiberius mempersilakanku dan Eira duduk di lantai. Sungguh aneh, rumah ini tidak memiliki sama sekali sofa, atau tempat duduk. Hanya ada kumpulan bantal di bawah dan selimut sutra yang berantakan.

"Sekarang, tunjukkan padaku bulu perak griffin," pinta Tiberius saat kami baru saja duduk.

Eira melirikku. Mengisyaratkan untuk mengeluarkan bulu perak itu. Saat aku mengeluarkannya, mata Tiberius seolah bersinar-sinar. Dia seperti melihat sebuah harta karun yang telah hilang puluhan tahun.

"Berikan padaku," pintanya lagi.
Aku sekarang yang melirik Eira. Dia balik melirikku sambil mengambil bulu perak itu dariku. "Tidak secepat itu," katanya. "Bantu aku dulu, baru kau akan mendapatkannya."

Tiberius menarik napas. Dia kemudian mengambil sebuah kertas dan mulai melakukan apapun yang bisa melacak keberadaan manusia yang aku cari.

"Apa yang kau cari?" tanyanya.

"Manusia," jawab Eira.

Tiberius terkekeh. Dia menatap wajah kami yang serius dan akhirnya beralih pada kertasnya lagi. "Baiklah," gumamnya. Dia kemudian mulai merapalkan mantra lagi.

Sesuatu muncul dari balik kertas itu, seperti sebuah titik hitam. Tapi kemudian, titik itu menghilang. "Aku susah untuk melacaknya. Seolah ada sesuatu yang menghalaginya." Tiberius mulai merapalkan mantra lagi.

Lucifer The LightbringerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang