"Aku mencintaimu,
Meskipun kau tak pernah tahu itu, "-Lalisa Bintari-
______________________________
ABRAR berdiri dengan punggung yang ia sandarkan di gerbang depan rumahnya. Mata itu masih terfokus pada ponsel yang dipegang. Memainkan game yang sekarang booming dikalangan remaja, Mobile legend. Jari-jarinya bergerak bebas menikmati permainan tersebut.
Abrar berdiri selama 15 menit yang lalu. Ia menunggu seseorang. Seseorang yang tak kunjung datang. Wajah Abrar begitu tenang meskipun jam telah menunjukkan pukul 07.00. Ia bisa saja meninggalkan orang itu dan pergi ke sekolah dengan santai tanpa terlambat. Namun, ia memilih menunggu. Meskipun Abrar tahu resiko apa yang harus ia tanggung karena terlambat.
"Abrar!" Suara cempreng itu akhirnya terdengar. Seseorang yang sejak tadi ia tunggu.
Abrar menoleh dengan wajah datar kemudian memasukkan ponsel ke dalam saku celana. Meskipun datar, ketampanan di wajah Abrar tidak memudar sedikitpun.
"Udah lama nunggu Abi?"
"Menurut, lo?" Tanya Abrar denga wajah datar sedangkan Abi hanya menampilkan cengiran tak bersalah sebagai jawaban.
Iya, seseorang Abrar tunggu adalah Abi. Abrar tidak kesal karena terlalu lama menunggu Abi. Dengan Abi, menunggu adalah hal yang biasa bagi Abrar. Abrar tidak mempunyai hobi, mungkin sekarang hobi Abrar adalah menunggu Abi.
Abrar berjalan ke arah Abi dan mengambil alih sepeda biru dari pegangan Abi. "Ayo, berangkat."
"Abi duduk di mana? Kan ada keranjang bunganya?" Abi menampilkan wajah cengo.
Sejenak Abrar ingin tertawa melihat wajah cengo itu. Tetapi sebisa mungkin ia sembunyikan agar tidak ketahuan oleh Abi.
Maria memiliki toko bunga dan Abi memiliki kewajiban membantu Maria mengantarkan bunga ke toko pelanggannya. Ia memiliki keluarga yang sederhana. Jika dibandingkan dengan Abrar, keluarga Abi tertinggal jauh bahkan bisa dibilang miskin. Meskipun lebih tepatnya berkecukupan bukan miskin.
Abrar menyentil dahi Abi. "Makanya bego itu jangan dipelihara."
"Aduh sakit Abrar! Main nyentil aja, kirain dahi Abi kelereng apa?!" Abi mengusap dahi yang terasa perih.
"Ambil. Bisa dilepas, kan?" Mata Abrar mengarah ke keranjang bunga di belakang sepeda biru itu, sebagai kode buat Abi untuk mengambilnya.
"Oh, iya deng." Abi nyengir kuda.
Tangan Abi terulur untuk melepaskan keranjang bunga dan berlari ke rumah. Beberapa detik kemudian Abi kembali dengan senyum yang merekah di wajah cantiknya. Senyum yang membuat siapa saja yang melihatnya akan terpesona, termasuk Abrar. Ia terdiam memandang senyum manis Abi.
"Kenapa Abrar? Kok liat Abi sampe segitunya? Abi cantik ya hari ini? Abrar terpesona ya?" Abi tersenyum jail.
Abrar menghela napas berat, menghadapi Abi yang cerewet memang membutuhkan kesabaran yang tinggi.
"Jangan senyum." Suara Abrar terdengar datar.
"Kenapa?"
Abrar tidak menjawab, ia malah menggayuh sepeda biru yang ia naiki dan meninggalkan Abi dengan wajah bodohnya.
"Abrar! Kok malah ninggalin Abi siih?! Itukan sepeda Abi!" Abi berlari mengejar Abrar yang menaiki sepeda biru.
==§§§==
KAMU SEDANG MEMBACA
Abi dan Abrar
Teen Fiction[SELESAI] Mencintaimu bukan perkara yang mudah. Aku harus melewati jalan berlumpur dan penuh lubang. Jika aku salah langkah sedikitpun, maka aku akan jatuh dalam kubangan lumpur yang kau ciptakan. Hingga aku memahami; betapa sulitnya sebuah perjuan...