05 Dare?

539 73 37
                                    

"Hai kamu!
Saat ini, apa warna yang ada di hidupmu?
Kalau hidupku sih, jadi penuh warna karena ada kamu di dalamnya,"

-Lalisa Bintari-

_____________________________

ABI dan Abrar berjalan beriringan di koridor SMA 65 GARUDA BANGSA. Sudah dua hari setelah kejadian yang menurut Abi menyebalkan. Selama dua hari itu juga, Abi dan Abrar datang ke sekolah terlambat. Tentu saja dengan hukuman yang sama, yaitu menyapu lapangan utama. Abi merasa semakin bersalah dengan Abrar karena menunggu Abi, ia juga ikut dihukum. Bahkan Abrar tak pernah marah ataupun mengeluh karena hukuman tersebut.

Abrar tiba-tiba menghentikan langkahnya menuju kelas, setelah melaksanakan hukuman. Abrar berbalik dan menatap Abi yang juga berhenti. Abi merasa tatapan Abrar berbeda dari biasanya, seperti ingin mengatakan sesuatu yang ia pendam selama ini.

"Kenapa berhenti? Kan kelas Abrar masih jauh." Abi menampilkan wajah cengo.

"Lo harus berubah." Suara Abrar terdengar serius dan dingin.

"Hah?"

Abi tidak mengerti dengan ucapan Abrar yang terkesan ambigu. Gadis itu menatap Abrar, meminta penjelasan lebih.

Abrar mendengus. Ia harus bersabar menghadapi otak Abi yang LOLA, "Lo mau terlambat terus dan berakhir dihukum?"

Abi menggeleng. Ia menunduk tidak berani menatap Abrar, "Maaf Abrar, selama ini Abi membuat Abrar dihukum. Karena Abi susah bangun pagi."

"Gue kasih lo tantangan,"

Suara berat Abrar membuat Abi mendongak menatap cowok itu. Ia mengerutkan kening sebagai tanda tidak mengerti dengan jalan pikiran Abrar.

"Tantangan?"

Abrar mengangguk, "Kalo dalam seminggu lo enggak terlambat ke sekolah, gue bakal ngerjain tugas lo. Termasuk fisika, biologi, atau kimia."

Abrar memang anak IPS, tetapi cowok berparas tampan itu mempunyai otak secerdas anak IPA. Ia bisa mengerjakan soal fisika, biologi, atau kimia dengan membaca teorinya saja. Abrar memilih jurusan IPS karena keinginan kedua orangtua. Dengan alasan, ia adalah anak tunggal dari Keluarga Atmaja yang akan mewarisi bisnis dari kedua orangtuanya. Tentu saja dalam menjalankan bisnis, abrar harus mengerti teori tentang dunia bisnis dan teori tersebut hanya diajarkan dalam jurusan IPS.

Abi menimang-nimang tantangan Abrar. Jari telunjuknya ia ketukan pada dagu, sebagai tanda bahwa ia sedang berpikir.

"Enggak seru!" Abi terdiam. Senyuman licik tercipta di bibir mungil itu.

"Kalo Abi enggak terlambat selama seminggu, Abrar harus mau ngedate berdua sama Abi." Abi mengulurkan tangan sebagai tanda kesepakatan. "Deal?"

"Enggak."

Abi menurunkan tangan. "Ya udah, kalo gak mau. Abi tetap terlambat dan dihukum."

Gadis itu berbalik dan meninggalkan Abrar. Tetapi Abrar menahan lengannya sehingga membuat Abi berbalik menghadap Abrar kembali.

Abrar menghembuskan napas kasar. "Deal,"

Abi tersenyum penuh kemenangan. Dalam hati, ia bersorak ria. Abi hanya perlu berjuang untuk bangun pagi agar tidak terlambat. Ia akan meminta Maria untuk membangunkan lebih pagi dari biasanya. Ia rela diguyur air setiap hari oleh Mamanya itu asalkan ia tidak terlambat ke sekolah. Tentu saja, agar ia dapat menjalankan tantangan dengan baik dan ngedate berdua dengan Abrar. Membayangkan saja membuat Abi bahagia, apalagi menjadi kenyataan. Ia takkan melewatkan kesempatan kali ini.

Abi dan AbrarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang