09 Bersamamu

430 50 22
                                    

"Bersama denganmu,
Walaupun sebatas kedipan mata
Kunamai itu anugerah."

-Lalisa Bintari-

_____________________________

BU ANA terpaku akibat perkataan Abi yang begitu mengena. Kedua tangan Bu Ana mengepal menahan amarah hingga urat-uratnya tercetak jelas. Lamunan Bu Ana buyar saat ada seseorang yang mengetuk pintu kelas.

Tok.. Tokk..

"Permisi.."

Semua perhatian tertuju pada seseorang yang berdiri di ambang pintu. Terkecuali Abi. Ia masih meratapi rasa sakit yang mengguncang seluruh isi hatinya. Air mata Abi masih mengalir membentuk aliran sungai kecil. Abi berusaha menahan tetapi percuma. Air mata dan rasa sakit satu hal yang tidak bisa dipisahkan menurut Abi saat ini.

"Masuk Abrar.." Bu Ana sudah duduk di kursi kebanggaannya sambil memijat kening yang terasa berdenyut. "Ada apa?"

30 menit yang lalu...

Abrar melangkah keluar dari toilet laki-laki. Ia terpaksa izin kepada Pak Tarko -guru seni musik- yang sedang mengajar di kelasnya karena tidak bisa menahan untuk buang air kecil. Setelah buang air kecil ia berniat kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran yang sangat ia sukai itu.

"Abrar!" Panggil Bu Dina yang sedang berlari kecil menghampiri Abrar.

Abrar berbalik dengan wajah datar. "Ada apa, Bu?"

Bu Dina mengambil napas terlebih dahulu sebelum berkata, "Ibu mau minta tolong sama kamu.." Bu Dina menyentuh lengan Abrar dan tersenyum. "Tolong panggilkan Bu Ana yang sedang mengajar di kelas XII IPA 3 untuk segera berkumpul di ruang rapat,"

"Baik, Bu.."

"Terima kasih Abrar.. Ibu pergi dulu yaa,"

Abrar mengangguk kemudian melangkah menuju kelas XII IPA 3 yang notabene-nya adalah kelas Abi. Langkah Abrar melambat ketika menemukan kejadian yang membuatnya tercengang.

"Ini yang kamu sebut sebagai meraih masa depan, Abi?" Ucap Bu Ana dengan nada mengejek. Kemudian melempar gumpalan kertas yang tak berbentuk itu keluar dari jendela. "Sampah tetaplah sampah! Jangan lakukan hal yang tidak berguna. Setidaknya lakukan satu hal yang bermanfaat dalam hidupmu sebelum semuanya terlambat, Abi.."

Abrar melihat Abi menangis menahan rasa sakit karena perkataan Bu Ana.

"Berdiri di depan kelas dengan tangan memegang telinga dan mengangkat salah satu kaki. SEKARANG!!" Teriak Bu Ana mengelegar di kelas XII IPA 3.

Abrar masih setia mengamati kejadian yang terjadi di depan matanya. Ia melihat Abi berdiri dan mengusap air mata kasar.

"Saya mengaku salah. Dan saya akan melaksanakan hukuman dari Ibu," Abi terdiam kemudian menarik napas dalam-dalam. "Apakah begitu sulit bagi Ibu untuk menghargai suatu karya sebelum menghancurkannya? Bukan harga rupiah yang saya inginkan. Melainkan harga dari rasa respect Ibu terhadap karya saya. Dan tindakan Ibu tadi jauh dari kata menghargai. Tetapi cenderung meremehkan! Apakah ini salah satu contoh dari seorang guru sebagai tauladan bagi muridnya? Permisi,"

Abi berjalan ke depan kelas dan mulai melaksanakan hukumannya tanpa menyadari Abrar yang berdiri di ambang pintu. Menyaksikan kejadian yang menimpa Abi.

Abrar memasuki ruang kelas Abi. Semua cewek di kelas Abi berteriak kegirangan melihat seorang Most-Wanted  SMA 65 GARUDA BANGSA mampir ke kelas mereka. Bahkan ada yang memekik sangking senangnya melihat Abrar. Bagaikan mendapat rezeki nomplok. Sekalian cuci mata..

Abi dan AbrarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang