37 Semoga Bahagia!

342 24 0
                                    


Now Playing: Audy-Menangis semalam

Makasih yang udah baca cerita aku dari awal hingga akhir, aku jadi terharu 😢
Aku akan berusaha buat kalian!

Jangan lupa vomment yah 👍😍

Happy reading, guys 💕

__________________________________

"Aku pamit ya?
Kayaknya kamu udah gak butuh aku lagi deh."

-Lalisa Bintari-

________________________________

TIDAK terasa waktu terus berlalu, hujan di bulan Januari membawa kenangan tersendiri bagi penikmatnya. Lika-liku ujian yang dilalui membuat sebagian orang memutuskan untuk menyerah pada takdir. Namun, tidak untuk Abi, berjuang adalah bagian dari perjalanan hidup.

Abrar tidak lagi menumpang sepeda biru Abi. Laki-laki itu memilih menggunakan mobil mewahnya daripada sepeda. Abi tahu alasan mengapa Abrar menggunakan mobil, karena laki-laki itu harus menjemput Luna kemudian mengantarkan kembali ke rumah ketika pulang sekolah. Sebenarnya, Abi muak melihat perilaku Abrar yang berlebihan terhadap Luna, namun ia tidak bisa berbuat lebih.

Hubungan Abi dan Abrar semakin merenggang. Setiap bertemu, Abrar akan bersikap cuek padahal Abi berdiri tegak dihadapannya. Intenasitas perkataan Abrar juga tidak sebanyak dulu, ia lebih sering berbicara kepada Luna daripada Abi. Abi sudah berulang kali mengajak bicara namun hanya dijawab 'hmm' dan lebih parah lagi adalah tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut itu.

Abi merasakan sakit di hati. Sikap Abrar berubah dan tidak tahu penyebabnya. Apakah karena Luna? Perempuan cantik yang baru saja hadir ataukah ada alasan lain?

Kevin, setiap hari lebih gencar untuk mendekat. Selalu ada tingkah konyol yang ditunjukkan oleh laki-laki itu. Setidaknya, rasa sakit di hati Abi dapat terobati meskipun tidak semuanya.

Abi memarkirkan Sepeda di parkiran. Seperti biasa, ia akan menunggu Abrar datang bersama Luna. Meskipun sakit, ia tetap percaya bahwa Abrar akan menjadi miliknya. Semua kesalahan Abrar, termaafkan. Tidak peduli seberapa sering laki-laki itu menyakiti, mencela dengan perkataan dingin, dan berusaha mengenyahkan dirinya, Abi akan tetap berdiri di belakang, menunggu Abrar berbalik arah dan tersenyum.

Mustahil, jika Abrar mampu berbalik arah. Abi memang bodoh, bodoh karena cinta. Ia tidak bisa berpikir jernih ketika berkaitan dengan laki-laki yang dicintai.

"Woi!" Kevin mengagetkan Abi dari belakang, namun respon perempuan itu datar-datar saja. "Kaget kek, kejang-kejang kek, ambeien kek, atau apalah masak lo diem aja, gak seru."

"Lah, emang gue gak kaget buat apa pura-pura kaget?" Ucap Abi.

"Sekali-kali buat gue seneng napa."

Abi terdiam, mengabaikan perkataan Kevin yang cerewet melebihi janda beranak tiga. Telinganya lebih tertarik mendengarkan para siswi yang membicarakan Kevin karena mempunyai ketampanan di atas rata-rata. Memuji ketampanan yang tiada tara, setidaknya menurut mereka.

Kevin mengibaskan tangan di depan wajah Abi. "Heh, Lo kenapa? Liatin apaan?"

"Itu." Abi menunjuk dengan dagu perempuan-perempuan yang sedari tadi berusaha mengambil alih perhatian Kevin. "Pada naksir lo tuh."

Kevin mengikuti arah pandang Abi kemudian menghembuskan napas kasar. "Biarin."

"Kenapa?"

"Gue sayang sama lo, bukan mereka." Kevin memutar bola mata malas.

Abi dan AbrarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang