19 Amarah Kevin

403 27 0
                                    

"Hari ini, aku tertarik padamu.
Besok, pastikan aku menyukaimu.
Lusa, aku yakin!
Seluruh hatiku milikmu."

-Kevin Pratama-

_________________________________

HARI yang cerah untuk menyambut hari baru. Matahari pagi seakan tersenyum menyapa orang-orang yang sibuk mencari uang. Kendaraan beroda empat mulai padat memenuhi sesaknya jalan. Para anak jalanan berkeliaran mengadahkan tangan berharap belas kasihan. Kota metropolitan. Kota yang penuh dengan kesibukan. Asap mengepul ke udara bebas. Namun, orang-orang di kota ini masih berada dalam batas nyaman dan enggan peduli.

Jam menunjukkan pukul 08.00 pagi. Murid-murid SMA 45 TRISAKTI mulai berkutat dengan buku yang tebalnya hampir tiga senti. Mendengarkan penjelasan dari guru yang menambah keinginan untuk menguap. Atau mengerjakan tugas yang ada di papan tulis. Belajar. Berharap dengan hal itu mereka akan mendapat status yang lebih baik di masa depan.

Lain halnya dengan tiga murid laki-laki yang tengah bersantai di belakang sekolah. Mereka menyesap putung rokok sambil mengepulkan asap. Bersenda gurau seolah-olah hidup adalah hal yang mudah. Di gedung yang tidak lagi terpakai ini, menjadi salah satu wahana paling tepat bagi mereka yang tengah jenuh dengan jam pelajaran.

"Eh, Mul, tugas fisika udah lo kerjain?" Dia adalah Deni. Cowok yang hitam manis dan cukup tampan.

"Anjirr.. nama gue Roi, bukan Mul!" Roi memberikan tatapan tajam kepada Deni.

"Yaelah, sama aja. Mulyono kan nama bokap lo."

"Jangan pernah sangkut pautin bokap gue! Atau lo mau masuk kuburan sekarang juga?!"

Roi tidak suka jika ada yang menjelek-jelekkan keluarganya. Mereka adalah hal yang paling berharga di dunia. Sampai kapanpun. Roi akan menjaga orang yang telah bersedia melahirkan dan merawat hingga ia sebesar ini. Roi akan maju dahulu jika ada yang berani meremehkan orangtuanya. Meskipun nyawa adalah taruhan yang diinginkan.

"Santai aja bro, Gue cuma bercanda." Deni menyesap rokok dan mengeluarkan asap beracun. "Gimana tugas fisikanya?"

"Lo tanya gue? Gue paham aja kagak, apalagi sampe ngerjain. Mungkin cacing di dalem tanah pada ketawa ngelihat pala gue botak gara-gara ngerjain fisika."

Deni tertawa keras sambil memukul pahanya. "Bukan cuma cacing doang, curut di kolong jembatan buat pesta dadakan karna lo."

"Anjir, temen macam apaan lo?!" Roi membuang putung rokok yang tinggal sedikit.

Ia berdiri. Berniat memberi pelajaran kepada sahabat dari SD yang minta dibogem. Namun, pergerakan Roi terhenti karena seseorang yang baru saja terbangun dari tidur pagi.

"Berisik!" Wajah tampan pujaan SMA 45 TRISAKTI menampilkan batang hidung yang sedari tadi bersembunyi. "Lo pada bisa diem gak sih? Ganggu!"

"Eh, si Bos Kevin, udah bangun? Kirain udah is dead." Deni nyengir, tak bersalah.

"Itu mulut kayaknya perlu gue kasih pelajaran biar gak nerocos seenaknya." Kevin meregangkan otot yang terasa kaku, bersiap memberikan bogeman pada Deni.

"Syurukin. Mampus kan lo? Si Bos marah." Roi menertawakan raut wajah Deni yang berubah pias.

Deni memejamkam mata. Ia sudah pasrah jika pulang dengan wajah tidak lagi tampan. Penuh dengan biru-ungu yang menempel pada paras yang menjadi kebanggaan keluarga. Namun, tidak ada kejadian yang
membuat ia merasakan perih akan pukulan tangan.

Abi dan AbrarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang