Now playing: Prilly Latuconsina-Kamu pantas
Part ini menceritakan kegundahan Abrar dalam memilih 😢
Happy reading
Jangan lupa Voment yah 👍_________________________________
"Kita adalah dua raga yang saling mencintai namun terpisah karena keadaan."
-Abraham Putra Atmaja-
_________________________________
ABRAR termenung di kantin rumah sakit. Anto lebih dahulu pergi karena harus mengurusi administrasi yang ada. Pria paruh baya itu meminta untuk menjaga Luna sampai dirinya selesai. Namun, Abrar masih duduk di tempat semula tanpa pergerakan sedikitpun. Ia memikirkan akan suatu hal yang membuat hati terasa sakit.
Abrar berpikir tentang pembicaran Anto tadi. Abrar adalah seorang laki-laki dengan satu nama perempuan di hatinya. Ia tidak ingin munafik dengan mengatakan bahwa ia tidak mencintai siapapun, tetapi nyatanya ia cemburu saat perempuan yang dicintai dekat dengan laki-laki lain.
Keadaan semakin rumit dengan kenyataan yang tidak sesuai harapan. Di satu sisi, ia tidak ingin melepaskan Abi yang selama ini mengisi ruang di hatinya. Namun, di sisi lain, ia harus ada untuk Luna yang kini terbaring lemah di rumah sakit. Luna lebih membutuhkan dirinya daripada Abi, tetapi Abrar tidak dapat membohongi hati kecilnya bahwa ia juga membutuhkan kehadiran Abi.
Abrar bisa saja egois, bersikap acuh dan tidak peduli atas semua kenyataan yang terjadi. Namun ia masih manusia biasa yang memiliki hati nurani. Ia tidak mungkin bersikap kejam kepada seseorang yang benar-benar membutuhkan semangat dan kehadirannya. Jika Abrar bisa memilih, ia tidak ingin berada di keadaan yang membuatnya harus melepaskan sesorang yang teramat dicintai. Ia memilih pergi dan menghindar dari semuanya. Namun itu hanya membuatnya semakin terlihat bodoh dan pengecut.
Di saat seperti ini, Abrar menginginkan peran antagonis. Ia ingin berbuat jahat dan tidak peduli atas semua kejadian yang menimpanya. Bersikap seakan dunia berada di genggaman tangan dan orang lain tidak berhak untuk andil dalam hidupnya. Namun ia sadar bahwa fakta yang ada lebih pahit dari mimpi buruk sekalipun.
Abrar berjalan menuju ruangan di mana Luna dirawat. Setiap langkah yang ia ambil terasa berat dan tidak bertenaga. Ia masih ragu untuk langkah yang ingin diambil. Ada beribu alasan untuk pergi, tetapi Abrar tidak sampai hati untuk bersikap tidak peduli. Ia terlalu egois jika ingin memiliki keduanya. Lantas, apa yang harus ia lakukan?
Abrar sampai di depan pintu kamar inap Luna. Ia ragu ingin membuka pintu atau tidak. Wajah Luna yang pucat akan menambah rasa bersalahnya karena selama ini ia selalu mengabaikan perempuan itu. Akhirnya, Abrar memberanikan diri untuk membuka pintu. Hal pertama yang ia dapatkan adalah Luna yang terbaring lemah dengan selang oksigen di hidung. Selang infus menancap di tangan yang terlihat kurus itu.
Abrar menghampiri Luna yang tidak sadarkan diri. Melihat Luna yang tidak berdaya membuat Abrar menyalahkan diri sendiri karena telah mengabaikan perempuan itu. Abar tidak tahu masalah yang harus dihadapi Luna untuk tetap bertahan di sisinya, tetapi ia bersikap tidak peduli. Sungguh keji, bukan? Abrar menatap wajah Luna yang damai. Wajah yang dulu selalu tersenyum untuk menutupi kelemahannya.
Drrrttt.. Drrrttt..
Suara ponsel Abrar nyaring di ruangan yang sepi. Laki-laki itu tergerak untuk memastikan ada pesan yang masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abi dan Abrar
Teen Fiction[SELESAI] Mencintaimu bukan perkara yang mudah. Aku harus melewati jalan berlumpur dan penuh lubang. Jika aku salah langkah sedikitpun, maka aku akan jatuh dalam kubangan lumpur yang kau ciptakan. Hingga aku memahami; betapa sulitnya sebuah perjuan...