Part III

63.5K 5.3K 80
                                    


Sayup-sayup suara percakapan, sentuhan lembut di kening dan pergelangan tangan membuatnya terbangun. Perlahan-lahan kelopak mata itu terbuka. Atap kayu dan aroma harum khas kayu mahoni. Sedikit demi sedikit indranya mulai berfungsi diantara tubuh yang terasa kaku. Gadis itu menggerakkan kepalanya sedikit, melihat siapa gerangan yang menyentuhnya. Ia dapati seorang berpakaian aneh serba putih mirip pakaian tradisional china layak tabib dan asistennya. Tunggu! Tabib? Kening gadis itu berkerut samar, ia amati sosok itu dan benar itu tabib yang sedang memasukan jarum akupuntur dalam kotak beserta aroma obat herbal yang tercium menyengat hidungnya. Tabib itu undur diri.

“Syukurlah, kau sudah sadar Mei Li. Ibu khawatir sekali.” Suara lembut penuh keibuan itu mengalihkan atensi gadis itu. Ditatapnya perempuan masih cantik diusia tuanya, duduk di sebelah kiri tubuhnya. Mengenakan pakaian kerajaan khas china. Sebentar, kenapa semuanya tampak aneh baginya?

“Mei Li?” bibirnya kering dan suara yang keluarpun serupa cicitan seperti tikus terjepit. Wanita yang mengaku ibunya itu tersenyum lembut.

“Iya, itu dirimu Nak.”

Alis gadis itu menukik naik. Menatap wanita tua itu seakan apa yang dikatakannya adalah hal tak masuk akal. Ia membuka bibir tapi tidak ada suara yang keluar.

Wanita tua itu lantas memberinya secangkir cawan berisi air dan membantu dirinya untuk minum. Setelah agak lega tenggorokannya, ia berkata perlahan," Kau salah orang , aku bukan Mei Li ataupun anakmu.”

Setelah berkata begitu ia langsung mendapat tepukan keras di lengannya. Gadis itu mengerang dan mengusap lengannya. Baru disadarinya seluruh tubuhnya terasa sakit digerakan walau hanya seinci.

“tidak sopan, aku ini ibumu Mei.”

“Kau bukan ibuku. Ibuku memiliki perut buncit dan tak pernah memakai riasan diwajahnya. Dan aku bukan Mei, aku Aya!” Sangkal gadis itu bersikeras. Dan beberapa detik kemudian ia mendapatkan tepukan, bukan hanya dilengan saja, di pinggang dan juga pantatnya. Disusul erangan sakit Aya dan gerakan mundurnya ke sisi kanan untuk menghindari serangan wanita yang mengaku ibunya.

“Ibu tidak buncit ya, sini kamu.” Tangan Pemaisuri Jiao terulur hendak meraih tubuh putrinya.

Aya tak bisa memundurkan tubuhnya, ada sesuatu yang menahan dibalik punggung. Ia membalik dan bersitatap pada seseorang yang duduk di sebelah kanannya yang baru ia sadari keberadaannya. Netra coklat itu menyorotinya tajam, tak berekspresi, dibungkus wajah rupawan bak pahatan dari pengrajin terkenal. Tubuh itu tak bergerak bak patung. Hanya mengamatinya dalam kebisuan.

“Apa lihat-lihat!” delik Aya mulai risih. Ia mendapat tepukan untuk kesekian kalinya.

“Maaf kan kelancangan saya dan putri hamba Yang Mulia.” Pemaisuri Jiao menundukkan kepala,”saya juga sempat melupakan keberadaan anda. Saya terlalu cemas dengan keadaan Mei. Maafkan hamba.”

“Yang Mulia?” Aya mengamati sosok itu dari atas ke bawah, “ah, sialan!” ia mengusap lengannya yang lagi-lagi mendapat siksaan.

“Jaga tata kramamu, Selir Mei.” Bisik ibunya dengan pandangan melotot.

Aya memutar bola matanya mendengar dirinya disebut ‘Selir Mei' atau apalah itu.

“Tidak apa-apa Pemaisuri Jiao.” Suara sosok itu terdengar berat dan dalam, “Bagaimana kita mendengar keterangan tabib mengenai kondisi Selir Mei?” Pemaisuri Jiao menangguk.

“Kondisi Selir Mei dalam stabil Yang Mulia, tidak ada luka dalam hanya ada beberapa goresan disekitar lengan dan kaki. Dan sudah saya olesi dengan ramuan herbal.” Tabib Lin membungkukan badannya saat menjelaskan.

Sambil Tabib Lin berkata, Aya mengamati sekelilingnya, lemari kecil berukiran emas di sudut ruangan, kasur sutera dengan bantalan berisi bulu angsa dan semua dalam pandangannya itu baik barang, perabotan, serta tempat ini seperti yang dimiliki orang zaman dahulu. Aya jadi bertanya-tanya, apakah dirinya sedang berada di tempat syuting zaman kerajaan? Lalu ia menatap pakaiannya yang serupa dengan orang-orang didalam sini kenakan. Ia mengambil cangkir dan hendak minum namun terhenti kala menatap bayangan yang terpantul dalam air. Matanya sukses melotot, ia mendekatkan cangkir itu didepan wajahnya. Bayangan itu mengikuti gerakannya. Dan ia langsung menghempaskan cangkir itu. Hingga menimbulkan bunyi keras dan seluruh tatapan mata di ruangan itu terarah padanya.

Wajah Aya terlihat syok, “Astaga! Cukup kalian saja yang aneh, kenapa wajahku menjadi aneh juga! Ini benar-benar tidak lucu! Siapa yang mengoperasi wajahku?!” Aya memandang orang-orang itu yang menatapnya bingung. Lalu ia menjambak rambutnya frustasi kemudian terdiam karena sebuah pikiran yang terlintas di benaknya, “tunggu, aku mulai mengerti. Kita sedang syuting kan. Karena kalian tidak mendapat peran wanita yang cocok jadi mengoperasi wajahku. Ya ya ya pasti begitu. Jadi katakan dimana kameranya?” tanya Aya menuntut.

“Kamera? Apa itu kamera?”Pemaisuri Jiao balik bertanya sementara Kaisar Zhang mengernyitkan alisnya semakin bingung dengan situasi sekarang.

“Kameraaa, masa tidak tau.”

“Kami tidak mengerti apa yang kau ucapkan, Selir Mei. Mungkin karena benturan di kepalamu jadi kau bicara yang aneh-aneh. Sebaiknya kau lebih banyak beristirahat.” Pemaisuri Jiao menarik bahu Mei lembut hendak menggiringnya ke pembaringan.

“Kalian yang aneh! “ bentak Aya, “ aku tidak kenal kau, dia dan juga kalian semua! Lagi pula, tempat macam apa ini!” Aya tiba-tiba bangkit berdiri. Ia ingin keluar dari ruangan ini. Barangkali orang-orang disini membohonginya.

“Pelankan suaramu, Selir Mei.” Kata Pemaisuri Jiao penuh peringatan

Aya berjalan cepat tanpa mempedulikan Pemaisuri Jiao yang memanggil namanya, ia menerobos pintu. Menuruni undakan tangga dan memandang sekeliling. Matanya sukses terbelalak. Melihat sekitar, tidak ada motor, mobil ataupun kecanggihan abad 21. Hanya ada pejalan kaki dan orang-orang yang memakai baju tradisional tiongkok.
Berputar dan mencari keberadaan kamera. Namun hanya sia-sia. Semuanya nampak nyata. Aya terpekur dan terduduk di atas tanah. Semua kata-kata yang tersusun rapi di dalam benak, mendadak lenyap. Hanya menyisahkan kalimat 'Tidak Mungkin!' yang terus diulang. Pemaisuri Jiao menyusulnya setelah melihat ia terduduk lemas.

“Astaga, anakku. Ayo bangun, sepertinya penyakitmu sangat parah.” Pemaisuri Jiao membantunya berdiri.

"Sekarang tahun berapa?" Setelah terpana sejenak, Aya ragu-ragu bertanya. Takut apa yang ada dipikirannya memang benar.

"1611 Masehi."

Mendadak sebuah informasi terlintas di otaknya, gambaran buku sejarah dan penjelasan gurunya bergaung di kepala. ia menoleh ngeri, “Apakah ini masa pemerintahan Kaisar Zhang Wei?”

"Astaga, sepertinya tabib Lin benar kau mengalami hilang ingatan. Ibu akan memanggilkan Dayang Yang untuk merawat dirimu.” suara Pemaisuri Jiao bahkan terdengar jauh dari pendengaran Aya padahal dia ada disampingnya. Karena fokus mata Aya saat ini tertuju pada pria yang berdiri tegap dengan pandangan intimidasi yang kental, berdiri memandang dirinya di atas undakan tangga.

Seandainya dia tidak tau sejarah, mungkin dirinya akan tenang-tenang saja. Tapi sekarang dia dalam porsi tau. Sangat tau. Dari sekian banyak masa pemerintahan dinasti, kenapa ia harus terlempar ke masa dinasti Zhang Wei?!

✍✍✍
16 Juli 2018
Senin

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang