Musim semi tiba, bunga-bunga nampak bermekaran disisi jalan. Daun-daun pohon tumbuh dengan lebatnya. Kupu-kupu beterbangan di udara bebas. Hewan-hewan keluar dari hibernasinya. Menyapa hangatnya mentari pagi yang bersinar cerah pagi ini.
Perayaan menyambut hari lahir Kaisar Zhang semakin dekat. Hari ini diadakan pertarungan antar sesama lelaki di kalangan anggota kerajaan. Baik lingkup prajurit, bangsawan, dan penjabat tinggi. Siapapun yang ingin berpartisipasi dibolehkan. Dari kalangan mana saja. Tanpa memandang status ataupun jabatan. Hanya untuk bersenang-senang dan mengisi kegiatan yang memang rutin dilaksanakan sebelum pesta perayaan tiba.
Aya menatap dari balik penonton. Pertarungan yang begitu mengagumkan di matanya. Ia jadi tertantang. Dan pasti sangat menyenangkan bisa mencobanya. Ia terpikir satu nama. Dan Aya memasang senyum menyeringai. Bergegas ia keluar dari rombongan.
"Nona mau kemana?" Teriak Dayang Yang menatap Aya berlari sangat cepat dengan mengangkat rok tinggi-tinggi.
"Tunggu, disini Dayang Yang. Aku tak akan lama." Balas Aya tanpa menghentikan laju larinya.
"Jangan berlari seperti itu."
Namun pekikan Dayang Yang hanya dibalas lambaian tangan oleh Aya.
.
"Pinjami aku pakaianmu."
"Untuk apa?" Tanya Bian heran. Dihadang saat ia bertugas rasanya belum cukup membuat Bian kesal, namun wanita ini mengutarakan perkataan yang membuatnya ingin menarik rambut Aya sampai botak.
"Aku mau ikut lomba itu. Hadiahnya kan lumayan."
"Kau seorang Selir. Hadiah seperti itu bisa kau dapatkan dengan mudah. Hanya meminta pada Kaisar dan kau mendapatkannya. " Ucap Bian tak mengerti pola pikir Aya yang cenderung rumit.
"Mendapatkan sesuatu dengan hasil keringat sendiri akan jauh berbeda rasanya dibanding uang orang lain."
"Kau menyulitkan dirimu sendiri." Cibir Bian.
"Berikan, atau aku akan menggunakan cara lain." Ancam Aya.
"Lakukan saja." Bian melipat tangannya didepan dada. Menyorot mata menantang.
"Jenderal Li!"
Bian langsung membekap mulut Aya. Jantungnya seakan lepas. Wanita ini bahaya. Ia lupa kartu ASnya ada pada Aya.
Dengan bersungut-sungut, sambil melepaskan seragamnya. Bian mengangsurkan setelan prajurit dan hanya menyisahkan pakaian dalam yang ketat. Beruntung tempat mereka bicara adalah tempat yang jarang dilalui.
"Ini ambil. Jangan beritahu identitasku."
"Terima kasih. Tapi sebenarnya aku tidak berpikiran kesana. Niatku hanya meminjam pakaiannya jika kau tidak memberiku. Makanya jangan selalu berpikiran negatif."
Bian memutar bola mata, terserah. Dipikirnya dia percaya, "Lalu aku memakai apa?" Selorohnya tak senang.
"Pakaianku, tentu saja." Aya menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum lebar.
"Kau gila. Nanti ketahuan bagaimana?"
"Pakai ini." Aya melambaikan selembar kain tipis lalu memperagakannya di depan wajahnya. Membentuk cadar.
Bian menghela napas, "Pokoknya, kalau ada apa-apa. Kau yang tanggung jawab."
"Ok."
Aya sudah mengenakan pakaian prajurit Bian. Sementara Bian dalam cadarnya, mengernyitkan alis tak nyaman.
"Jangan lama." Ujar Bian mengingatkan.
"Siap." Aya memasang hormat dua jari di keningnya.
Mengenakan pakaian serba hitam dan ditutupi cadar warna serupa di sebagian wajahnya. Membuat Aya tak dikenali oleh siapapun disana. Rambutnya ia sanggul dan dijepit di atas kepalanya. Arena pertarungan sudah di mulai. Sudah banyak yang kalah dan menyisahkan sang pemenang di arena pertarungan. Menantang siapa saja yang bersedia maju.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dear Coldest King [END]
FantasíaUpdate setiap jum'at Aya seorang gadis tomboy, bertingkah kasar dan berwatak keras. Mengalami kecelakaan dan terbangun dalam sosok yang baru. Selir Mei Li. begitulah mereka menyebutnya. Mei Li, seorang gadis lemah, ramah dan juga baik. Berparas cant...