Part XLIX

52.3K 3.1K 223
                                    

Sebelumnya maaf ya, aku lupa, hp di pinjem adik buat dia magang, terus tiga hari dari kemaren aku sakit. Maaf ya nggak sempet up.🙏🙏🙏

Ini part terakhir, so silahkan dibaca 😉

✍✍✍

"Mereka tidak pulang." Ucap Aya hampa.

"Siapa?" Kaisar Zhang menoleh.

"Jenderal Li dan Bian. Apakah mereka selamat?" Aya menatap penuh harap.

"Aku percaya, dia akan pulang." Kaisar Zhang mengangguk yakin.

"Tapi, pulang dalam keadaan hidupkan?"

"Dia sudah berjanji, bukan?" Balas Kaisar Zhang bertanya.

"Aku masih cemas." Aya menunduk.

"Kau tidak pernah secemas ini jika aku pergi." Kaisar Zhang mengusap rambut Aya lalu membawa ke dadanya untuk bersandar.

"Karena kau itu kuat."

"Lalu, Jenderal Li lemah?"

"Tidak juga." Aya menggeleng pelan.

"Percaya padanya, dia pasti kembali." Kaisar Zhang memandang langit di luar sana. Hari sudah berganti esok semenjak kepergian sosok itu. Ia memejamkan mata. Lalu mengeratkan pelukan.

Kembali di masa dan tempat yang berbeda.

✍✍✍

Istana mengadakan acara penyambutan penerus baru yang diselenggarakan oleh Kaisar sendiri. Malam perayaan yang sangat megah. Disambut antusias oleh para warga dan para petinggi. Hanya Ibu Suri dan Selir Ming yang tidak menghadiri acara tersebut. Kursinya terlihat kosong.

Selir Ming mengoleskan gincu di bibirnya. Matanya menatap kosong ke cermin. Wajahnya terpantul sangat cantik disana. Dengan terusan sutra indah bewarna biru gelap. Disudut cermin nampak sebuah bayangan putih yang duduk dibelakangnya. Ia tersenyum miris.

"Kau pun nampak siap menjemputku malam ini." Suaranya mengalun lirih.

Ia beranjak berdiri. Ruang kamarnya sangat gelap. Tidak ada cahaya lilin. Memang sengaja tidak nyalakan. Ia mengambil seutas tali. Lalu mendongak ke alang-alang.

Di kediaman Ibu Suri.

Ibu Suri hanya bisa terbaring di atas kasurnya. Badannya terasa sakit. Belum lagi batuk yang terus dideritanya semakin parah. Wajahnya pucat. Tubuhnya lemas tak bertenaga. Seolah-olah bayangan kematian sudah lama mengintainya.

Desakan batuk itu muncul lagi. Ia membungkuk dan terbatuk dengan hebat. Menutup bibirnya dengan tangan. Darah keluar dari sela-sela jemarinya. Tak berhenti disana, batuk itu menggerogoti kerongkongannya. Badannya sampai tengkurap.

"Dayang ... dayang ... da ..."

Lilin-lilin disekitarnya mulai padam beruntun. Hingga lilin terakhir. Kamarnya gelap namun ia bisa melihat karena sinar rembulan yang menembus celah-celah jendela.

Ibu Suri melihat rok dengan manik-manik cantik berdiri didepannya. Matanya menelusuri ke atas. Bercak-bercak darah mengotori bagian atas rok itu. Serta bau busuk yang entah muncul dari mana. Ia mendongak ke atas. Dan berpandangan dengan kedua bola mata putih yang menatapnya.

Di tempat berbeda. Seorang gadis kecil dan seorang dukun berkumpul di ruang gelap.

"Kau siap dengan konsekuensinya?"

"Aku siap." Jawab gadis itu dengan mantap. Ia mengiris jarinya, darah keluar dari sana lalu di teteskan ke boneka rajutan hingga kepala boneka itu berlumur darah. Sebuah mangkuk berisi air mawar diatas boneka itu.

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang