Part XLII

38.6K 3.5K 70
                                    

"Aku akan pergi ke Kerajaan Edo. Kau mau menemaniku kesana?"

Edo? Bukankah itu Jepang?

Senyum Aya mengukir manis, "Tumben bertanya, biasanya selalu memaksa." Di kepalanya sudah banyak gambaran indah betapa menyenangkan dan menariknya Negeri sakura itu.

"Tidak mau, aku akan pergi bersama Kasim Han. Sayang sekali tidak ikut, disana banyak sekali makanan tradisional dan kau bisa gratis mencicipinya selama pergi bersamaku. Ada festival juga perayaan Hanami. Ini musim semi, bukan? Bunga sakura sekarang sedang bermekaran. Sangat rugi sekali." Kaisar Zhang menggeleng kecewa dengan wajah dramatis. Menyiratkan pada Aya kalau dia sangat-sangat rugi tidak menerima ajakannya.

"Aku ikut! Aku ikut! Aku ikut!" Teriak Aya bersemangat.

"Bukannya tadi kau tidak mau?" Toleh Kaisar Zhang seraya menaikkan alis kanannya.

"Kan aku belum jawab ya atau tidak." Sangkal Aya. Ia melebarkan matanya tersirat permohonan dalam binar cahaya yang terpantul di iris matanya serta senyum sejuta watt.

Kaisar Zhang menyipitkan mata. Haruskah ia tertawa atau justru terpesona? Ia memalingkan wajah sebelum tawanya meledak.

"Baiklah, wanita selalu benar."

Di negara matahari terbit itu. Aya dan Kaisar Zhang sedang berjalan-jalan menyusuri pepohonan sakura. Mereka terus bergerak masuk. Hujan turun dengan tiba-tiba. Sangat deras mengguyur wilayah itu. Mereka bergegas memasuki sebuah penginapan, berdiri paling jauh di dekat kaki Gunung fuji.

Di ruangan persegi itu, mereka saling terdiam. Terjebak momen canggung, Aya mengamati sekeliling ruangan. Ruangan itu hanya berisi kasur lipat dan lemari pendek. Selebihnya kosong.

"Pakai itu, cuacanya akan sangat dingin. Hujan ini akan berlangsung lama."

Aya memakai jubah tebal itu ke tubuhnya.

Hening kembali mengisi kediaman mereka. Pelayanan penginapan datang membawa makanan dan arak. Aya langsung menarik mangkuk berisi Ramen ke hadapannya.

"Itadakimasu." Membuka sumpit dan mengambil helaian mie masuk ke mulutnya. Sementara Kaisar Zhang tercenung menatapnya.

"Kau bisa bahasa daerah sini?"

Aya mengangkat wajah, menelan mie itu bulat-bulat.

"Tidak, aku hanya tau sedikit kata-kata yang sering ku dengar di film Naruto yang ku tonton waktu kecil. Jadi, aku tau beberapa kalimat saja." Aya tersenyum santai. Lalu menunduk mengambil mienya lagi. Namun, tangannya terhenti di sudut mangkuk. Matanya mengerjab seakan baru mencerna apa yang di katakannya barusan. Ia mendongak dan menemukan Kaisar Zhang masih menatapnya. Aish, kenapa mulutnya lebih cepat bekerja daripada otaknya?!

"Oh, maksudku. Aku mempunyai sepupu dari Kerajaan Edo dan ia mengajarkanku beberapa kalimat dari daerah sini. Lupakan jawabanku tadi, aku hanya menjawab asalan saja." Ralat Aya sambil tertawa seakan ucapannya tadi hanyalah candaan ringan yang sering ia lontarkan.

"Mei tidak memiliki sepupu dari Kerajaan Edo." Kaisar Zhang sepenuhnya mengabaikan makanan yang terhidang di hadapannya. Ia seakan menikmati wajah gugup Aya diseberang meja.

Aya menambah cepat, "Maksudku sepupu jauh."

"Sepupu jauhnya hanya satu dan itu di Kerajaan Goryeo. Mei bisa menulis Hanja tetapi ia tidak bisa menulis Hiragana ataupun berbahasa Kerajaan ini."

"Aku baru memperlajarinya baru-baru ini. Semua orang berhak belajar bukan?" Aya mengulum bibirnya. Sejenak, ia melupakan aroma Ramen yang terhirup nikmat di hidungnya. Dan menyusun ratusan alasan dalam benak kepalanya.

My Dear Coldest King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang