Mata Aya mengerjab terbuka. Ia berada di sebuah ruang tertutup. Minim pencahayaan. Pengap, bau dan sesak. Karena selama matanya mengedar bukan hanya dirinya saja disini. Mungkin sekitar dua puluhan wanita dikumpulkan, berdesakan didalam ruang kubus kecil ini. Hanya berisi cela-cela kecil diatas untuk mengalirnya udara. Semua orang disini perempuan. Dan rata-rata berumur belia.
Wajah mereka tertunduk murung. Bahkan ada yang menangis di pojokan. Keadaan mereka kumal dan tak terawat. Tak ada suara selain isak kesedihan. Aya jadi bertanya-tanya dimana dirinya berada. Mungkinkah dia sudah di alam akhirat? Dan sedang menunggu keputusan? Itu lebih mengerikan. Namun pikiran terputus saat cahaya masuk dari pintu yang dibuka. Dua pria berbadan kekar masuk. Satu dua perempuan ditarik paksa keluar. Entah apa yang mereka lakukan di luar sana. Hanya bayangan buruk dalam benak Aya.
Ia hendak bangkit duduk, bibirnya mengerang. Seluruh persendiannya menjerit sakit. Ia menolehkan kepala dan mendapati seseorang duduk disampingnya.
"Hei, kau tau dimana kita berada?" Tanya Aya.
Gadis disebelahnya hanya melirik, lalu membenamkan kepalanya diantara kedua lututnya. Terbenam bersama kesedihannya sendiri.
Aya memutar mata. Tidak bisa diharapkan. Ia harus keluar dari sini segera. Ia perlahan berdiri menuju pintu yang dikunci dari luar. Memukul daun pintu itu dengan sisa tenaganya.
Aya berteriak kencang sambil menghantamkan tinjunya, "Buka pintunya atau ku dobrak hingga hancur!"
"BUKA!" Tambahnya lagi.
"Baiklah, kalian tidak memberiku pilihan."
Aya mengambil ancang-ancang. Memajukan kaki kanannya lalu menabrakkan diri ke pintu. Suara berdebum berbunyi kuat. Beberapa pasang mata meliriknya.
"Jangan melihat saja! Bantu aku cepat!"
Namun, perempuan-perempuan disana lebih suka mengabaikan. Memilih tidak ikut, dugaan mereka apa yang dilakukan Aya tak lebih adalah hal sia-sia.
Pintu dibuka semenit dari Aya menghempaskan tubuhnya ke pintu untuk kedua kalinya.
"Berisik! Ada apa ini?" Decak pria berbadan besar yang muncul dari luar. Dan setelah di perhatikan, ia adalah pria yang menculiknya. Tidak salah lagi. Aya mengatupkan bibirnya geram.
"Keluarkan aku dari sini, sialan!" Tuntut Aya.
"Kau mau keluar?" Mata pria itu menyelusuri tubuhnya.
Aya menangguk mantap.
"Baik. Seret dia!"
Dua pria muncul dari belakang tubuh pria itu, mengukung kedua tangannya. Menyeretnya paksa untuk berjalan sesuai arahan.
"Hei, apa-apaan ini?! Lepaskan! Lepaskan tanganmu, bajingan!"
"Jangan sentuh aku, anjing!"
"Jauhkan tanganmu dariku!"
"Kalian mau bawa aku kemana?!"
"Lepaskan!"
Suara jeritan Aya terus berulang-ulang mengisi lorong kumuh yang tidak layak untuk ditempati. Pintu kembali di tutup. Seiring langkah Aya yang menjauh.
.
.
."Kami buka dengan harga dua keping emas. Nona ini sangat cantik. Memiliki tubuh yang sehat, dan energi yang kuat. Dia juga sangat agresif. Bisa dijadikan apa saja."
Aya mendengus jengkel mendengar sosok yang tengah bersuara itu. Mempromosikan dirinya tak ubahnya sapi kurban (itu yang terpikir olehnya). Ia menatap seluruh pasang mata yang tengah memandanginya dengan pandangan tak senonoh. Belum lagi, cibiran merendahkan. "Apa-apaan ini?! Kalian mau menjualku?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dear Coldest King [END]
FantasyUpdate setiap jum'at Aya seorang gadis tomboy, bertingkah kasar dan berwatak keras. Mengalami kecelakaan dan terbangun dalam sosok yang baru. Selir Mei Li. begitulah mereka menyebutnya. Mei Li, seorang gadis lemah, ramah dan juga baik. Berparas cant...